Kabarminang — Polemik film NIA memanas jelang penayangannya serentak di Cinema XXI pada 4 Desember 2025 mendatang. Pengacara terpidana mati Indra Septiarman alias In Dragon, Elvy Madreani, menggugat dua perusahaan film dan Lembaga Sensor Film (LSF) ke Pengadilan Negeri Pariaman. Sidang perdana dijadwalkan pada 8 Desember 2025.
Pengacara In Dragon, Elvy Madreani, menegaskan bahwa inti masalah bukan karena perkara uang, melainkan transparansi, keadilan, dan regulasi yang belum dijalankan secara benar dalam industri film.
“Ini bukan hanya persoalan finansial. Ada dugaan pelanggaran serius dari perusahaan dan mekanisme sensor oleh LSF yang tidak transparan. Sidang perdana adalah langkah awal untuk menegakkan keadilan,” katanya, Jumat (21/11).
Ia mengatakan pihak yang digugat antara lain PT Smaradahana Pro sebagai produser film, PT Nusantara Sejahtera Raya sebagai distributor film di Jakarta Pusat, serta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melalui LSF.
Ia menyebut, gugatan mencakup tuntutan kompensasi dan kemungkinan revisi izin sensor jika terbukti terjadi pelanggaran dalam proses produksi dan distribusi film.
Di tengah panasnya polemik, keluarga Nia menekankan bahwa film ini dibuat untuk mengenang perjuangan Nia dan menyampaikan pesan kemanusiaan.
“Kami tahu banyak pihak menilai film ini berbeda-beda, tapi bagi keluarga, niat film ini baik, untuk mengenang Nia dan menjadi pelajaran bagi semua,” kata Gumaria Anita, tante Nia.
Keluarga awalnya ragu memberikan izin produksi, namun setelah melihat kesungguhan tim menghormati kisah Nia, mereka akhirnya mendukung.














