Selain itu, Verry juga mengungkapkan bahwa Porbbi merupakan sebuah budaya yang diwariskan secara turun-temurun di Minangkabau. Kegiatan berburu babi tidak hanya menjadi ajang berburu, tetapi juga sebagai wadah untuk berdiskusi, bergotong-royong, dan menjaga lingkungan dari gangguan hama babi yang merusak lahan pertanian warga.
“Berburu babi adalah tradisi di Minangkabau. Dulu, masyarakat berkumpul di balai desa, berdiskusi, dan saling membantu ketika lahan pertanian mereka terganggu oleh babi. Ini adalah warisan budaya yang masih kami jaga,” kata Verry.
Ia juga menjelaskan bahwa para anggota Porbbi tetap mematuhi ajaran agama dalam aktivitas mereka. Menurut Verry, anjing yang digunakan dalam perburuan memiliki peran khusus dan berbeda dari hewan peliharaan lainnya, serta anggota Porbbi selalu menjaga diri dan menjalankan shalat setelah beraktivitas.
Isi ceramah Buya Zulherwin
Dalam ceramah yang disampaikan Buya Zulherwin, ia mengkritik tradisi berburu babi dengan anjing yang marak di kalangan masyarakat Minangkabau. Buya membandingkan kebiasaan tersebut dengan pengalaman pribadinya saat tumbuh di Medan. Menurutnya, ia tidak pernah melihat orang Batak Kristen berburu bersama anjing pada pagi hari.
“Pergi ke Padang Panjang, berburu bisa. Mohon maaf bapak ibu, saya besar di Medan, tidak pernah melihat orang Batak Kristen berboncengan dengan anjing,” ujarnya.
Buya Zulherwin juga mengungkapkan keprihatinannya terkait kebiasaan membawa anjing saat berburu, yang menurutnya, tidak sesuai dengan budaya Minangkabau yang dikenal religius.
“Sampai di mobil itu tak bisa kita membedakan mana yang orang dan mana yang anjing,” katanya.
Ia pun meminta para ulama untuk memberikan pemahaman hukum terkait najisnya air liur anjing dalam konteks berburu.