Dokumen yang ia tandatangani menjadi dasar pembayaran ganti rugi kepada pihak yang tidak berhak. Praktik tersebut membuat dana dari Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) mengalir ke puluhan orang, termasuk pejabat BPN, perangkat nagari, dan tokoh masyarakat, dengan total kerugian negara mencapai Rp27,4 miliar.
Berdasarkan dakwaan JPU, modus ini tidak dilakukan Saiful sendirian. Dalam persidangan terungkap, ia bekerja sama dengan pejabat BPN lain, seperti Yuhendri dan Upik Suryati, serta perangkat nagari Parit Malintang.
Menurut JPU, meski dalam rapat koordinasi status tanah sebagai aset Pemkab Padang Pariaman sudah diketahui, Saiful tetap menandatangani dokumen validasi yang meloloskan klaim warga sebagai penerima ganti rugi.
Vonis Terberat
Majelis hakim menjatuhkan hukuman tujuh tahun penjara kepada Saiful, disertai denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan. Ia juga diwajibkan membayar biaya perkara Rp5 ribu.
Vonis ini merupakan yang terberat dibandingkan sepuluh terdakwa lain dalam kasus yang sama. Hukuman terhadap terdakwa lain bervariasi antara satu hingga enam tahun penjara, termasuk kewajiban membayar denda dan uang pengganti.
Perkara ini bermula dari pembayaran ganti rugi lahan proyek strategis nasional Tol Padang–Pekanbaru pada 2020. Berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian negara mencapai Rp27,4 miliar karena lahan yang diganti rugi ternyata tercatat sebagai aset Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman.
Hingga kini, perkembangan perkara masih dapat dipantau melalui Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Padang.