Kabarminang — Dalam kurun waktu tujuh bulan terakhir ini tiga ekor anak gajah betina mati di Riau. Hal itu meninggalkan kepedihan mendalam dan kekhawatiran serius akan masa depan populasi spesies yang terancam punah itu.
Dilansir dari Mediacenter.riau.go.id pada Minggu (23/11), kematian terbaru menimpa Nurlela alias Lela, seekor bayi gajah berusia 1 tahun 6 bulan di Pusat Konservasi Gajah (PKG) Sebanga, Kabupaten Bengkalis, pada Sabtu (22/11/2025). Lela, anak dari gajah latih Puja dan Sarma, merupakan simbol harapan baru di tengah upaya pelestarian.
Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, Supartono, membenarkan kabar menyedihkan itu. Ia menyatakan bahwa tim dokter hewan segera melakukan nekropsi dan mengambil sampel jaringan untuk diuji di laboratorium.
Penyelidikan intensif itu merupakan hal krusial yang dilakukan untuk mengungkap penyebab pasti kematian Lela. Lela sempat terpantau kurang aktif, tetapi masih memiliki nafsu makan dan minum yang baik sebelum akhirnya ditemukan tak bernyawa pukul 05.30 WIB.
Kisah pilu itu bermula pada 21 April 2025 dengan kepergian Gajah Yuni. Supartono mengatakan bahwa bayi gajah berusia tiga bulan itu ditemukan terpisah dari kelompoknya di Kampar dan dibawa ke PLG Sebanga, dengan harapan bisa diasuh oleh induk gajah Puja bersama anaknya, Lela.
“Sayangnya, upaya itu gagal,” ucap Supartono.
Supartono mengatakan bahwa penolakan dari gajah dewasa menyebabkan Yuni mengalami trauma dan stres yang berujung pada sakit. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan Yuni mati karena kombinasi faktor, termasuk pneumonia serta radang lambung dan usus.
Belum kering air mata atas kepergian Yuni, pada 10 September 2025 Riau kembali kehilangan permata konservasinya, Gajah Tari. Anak gajah betina berusia 2 tahun dari Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) itu sempat mencuri perhatian publik, bahkan diangkat sebagai anak dan warga kehormatan oleh Kepala Polda Riau.
Tingkahnya yang menggemaskan telah menumbuhkan rasa cinta luar biasa dari manusia terhadap satwa besar ini dan sempat meningkatkan kunjungan wisatawan ke Taman Nasional Tesso Nilo.
Kehadiran Tari yang lahir pada 31 Agustus 2023 dari induk bernama Lisa merupakan magnet yang menghangatkan hati. Namun, Ia mati karena terinfeksi Virus EEHV (Elephant Endotheliotropic Herpes Virus).
“Virus ini dikenal sebagai pembunuh ganas anak gajah, dan kasus kematian Tari menjadi pengingat yang menyakitkan tentang betapa rentannya kehidupan anak-anak gajah di Sumatera,” kata Supartono.
Rentetan kematian Yuni, Tari, dan kini Lela bukan sekadar statistik. Ketiganya merupakan anak gajah betina, yang memiliki peran vital dalam regenerasi dan pemulihan populasi gajah sumatera.
Kehilangan tiga individu betina dalam waktu sesingkat itu menjadi pukulan telak bagi upaya konservasi yang sedang berjuang melawan berbagai ancaman, mulai dari konflik dengan manusia hingga penyakit.
Kondisi itu menegaskan bahwa ancaman terhadap gajah sumatera tidak hanya datang dari luar, seperti perburuan dan kerusakan habitat, tetapi juga dari tantangan internal yang kompleks di pusat konservasi.
Penolakan induk asuh, stres, dan penyakit mematikan seperti EEHV menjadi PR besar bagi BBKSDA dan semua pihak yang peduli terhadap nasib gajah sumatera.
Kini, sambil menunggu hasil pemeriksaan Lela, duka mendalam menyelimuti PKG Sebanga. Kematian tiga bidadari cilik itu harus menjadi momentum bagi semua pihak untuk mengevaluasi dan memperkuat strategi konservasi secara drastis, agar kisah-kisah tragis serupa tidak terulang dan populasi gajah sumatera yang tersisa di Riau benar-benar dapat diselamatkan dari ambang kepunahan.















