Kabarminang – Mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumatera Barat, Saiful, dituntut pidana penjara selama 10 tahun serta denda Rp500 juta oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Ia didakwa terlibat dalam kasus dugaan korupsi pembayaran ganti rugi pembebasan lahan Taman Keanekaragaman Hayati (KEHATI) di Ibu Kota Kabupaten (IKK) milik Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman pada 2020 dan 2021.
Tuntutan itu dibacakan dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Kelas IA Padang pada Selasa (22/07/2025) sore. Majelis hakim yang memimpin jalannya persidangan terdiri dari Dedi Kuswara sebagai ketua, serta Fatchu Rahman dan Emria Fitriani sebagai hakim anggota.
Selain Saiful, JPU juga menuntut Yuhendri selaku mantan Kepala Bidang BPN Sumbar dengan tuntutan serupa: 10 tahun penjara dan denda Rp500 juta.
“Terdakwa Saiful dan Yuhendri masing-masing dituntut pidana penjara selama 10 tahun, dikurangi masa tahanan yang telah dijalani. Keduanya juga dituntut membayar denda Rp500 juta, subsider 4 bulan kurungan,” ujar Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Sumbar, M. Rasyid, Rabu (23/07/2025).
Menurut Rasyid, kedua terdakwa didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Secara alternatif, mereka juga dijerat dengan Pasal 3 undang-undang yang sama.
Tak hanya dua pejabat BPN itu, JPU turut menuntut sembilan warga lainnya yang menerima dana ganti rugi lahan. Berikut rincian tuntutan terhadap masing-masing terdakwa:
- Amroh: 5 tahun penjara, denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan, serta uang pengganti Rp197,52 juta (dikurangi Rp5 juta yang telah dititipkan ke Kejari Pariaman).
- Arlia Mursida: 5 tahun penjara, denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan, serta uang pengganti Rp200,23 juta (dikurangi Rp5 juta yang telah dititipkan).
- Bakri: 8 tahun penjara, denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan, serta uang pengganti Rp3,47 miliar.
- M. Nur Dt. Penghulu: 4 tahun penjara, denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan, serta uang pengganti Rp483,66 juta.
- Marina: 4 tahun penjara, denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan, dengan uang pengganti Rp40,09 juta yang telah dikembalikan.
- Syamsir: 7 tahun 6 bulan penjara, denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan, serta uang pengganti Rp2,19 miliar. Jika tidak dibayar dalam 1 bulan, diganti 3 tahun 9 bulan penjara.
- Zainuddin: 7 tahun 6 bulan penjara, denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan, serta uang pengganti Rp2,24 miliar. Jika tidak dibayar dalam 1 bulan, diganti pidana penjara 3 tahun 9 bulan.
- Zainuddin alias Buyung Ketek: 5 tahun penjara, denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan, serta uang pengganti Rp382,37 juta (dikurangi Rp3 juta yang telah dititipkan). Bila tidak dibayar, diganti dengan pidana 2 tahun 6 bulan penjara.
- Suharmen: 4 tahun penjara, denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan, dengan uang pengganti Rp16,51 juta yang telah dikembalikan ke Kejati Sumbar.
Akibat perbuatan para terdakwa, negara diduga mengalami kerugian sebesar Rp27 miliar.
Kasus ini berawal dari proses pengadaan lahan untuk pembangunan Jalan Tol Padang–Pekanbaru pada 2020. Saat itu, Saiful dan Yuhendri membentuk satuan tugas untuk memproses lahan KEHATI, meskipun diketahui bahwa lahan tersebut telah dinyatakan sebagai aset milik Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman oleh Asisten III Setdakab.