Kabarminang – Hujan berintensitas tinggi sejak Minggu hingga Senin (23–24 November 2025) membuat sejumlah wilayah di Sumatera Barat dilanda banjir, longsor, jalan amblas, hingga terputusnya beberapa jalur provinsi dan nasional. Bencana ini terjadi hampir serentak di Pesisir Selatan, Padang Pariaman, Agam, Kota Padang, serta sejumlah daerah lain. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Minangkabau, kondisi ekstrem ini merupakan dampak dari penguatan dinamika atmosfer yang sudah terdeteksi sejak sepekan terakhir.
Kepala Stasiun Meteorologi Minangkabau, Desindra Deddy Kurniawan, menjelaskan bahwa Sumatera Barat saat ini berada dalam periode aktivitas atmosfer yang sangat aktif.
“Penguatan signifikan Monsun Asia membuat angin baratan membawa lebih banyak uap air dari Samudra Hindia menuju wilayah Sumatera Barat. Hal ini menjadi pemicu utama meningkatnya peluang hujan lebat dalam durasi panjang,” jelasnya dalam keterangan resmi BMKG, dikutip Senin (24/11/2025).
Menurut BMKG, ketika suplai uap air dari Samudra Hindia meningkat, topografi Sumbar yang didominasi Pegunungan Bukit Barisan turut memperburuk situasi. Aliran udara lembap dipaksa naik oleh dinding pegunungan, menyebabkan proses pendinginan cepat dan pembentukan awan hujan tebal.
“Proses ini disebut orographic lifting. Inilah yang membuat hujan di Sumbar cenderung lebih deras, terutama di wilayah perbukitan dan lembah,” lanjut Desindra.
Faktor lain yang memperkuat terjadinya cuaca ekstrem adalah anomali suhu muka laut positif di perairan barat Sumatera. Laut yang lebih hangat menghasilkan evaporasi lebih besar, sehingga kandungan uap air di atmosfer meningkat signifikan. Semakin banyak uap air, semakin besar potensi terbentuknya awan cumulonimbus—awan penyebab hujan deras, angin kencang, dan petir.
“Anomali suhu muka laut yang hangat menyebabkan penguapan lebih intens. Ini sangat berpengaruh terhadap tingginya curah hujan,” ungkapnya.
BMKG juga mencatat hadirnya Gelombang Rossby Ekuatorial, sebuah gelombang atmosfer yang dapat meningkatkan pertumbuhan awan konvektif. Keberadaan gelombang ini membuat pertumbuhan awan hujan menjadi lebih cepat dan luas, sehingga hujan ekstrem bisa terjadi berulang dalam waktu dekat. Di saat yang sama, kondisi Indian Ocean Dipole (IOD) negatif terus berlangsung. Pada fase IOD negatif, laut di sekitar Indonesia menjadi lebih hangat dan lembap, yang berdampak pada meningkatnya curah hujan di wilayah barat Indonesia termasuk Sumbar.
“Ketika Monsun Asia menguat, suhu laut hangat, gelombang atmosfer aktif, dan topografi mendukung pembentukan awan, maka potensi hujan ekstrem meningkat sangat signifikan. Kondisi yang terjadi hari ini merupakan kombinasi dari seluruh faktor tersebut,” tegas Desindra.
BMKG sebelumnya telah mengeluarkan peringatan dini cuaca ekstrem untuk periode 21–27 November 2025, dengan imbauan khusus terhadap wilayah Padang Pariaman, Pariaman, Padang, Pesisir Selatan, Sijunjung, Kepulauan Mentawai, Pasaman Barat, Agam, Tanah Datar, Solok, Dharmasraya, Solok Selatan, dan Lima Puluh Kota. Peringatan tersebut menegaskan potensi terjadinya hujan lebat, banjir, banjir bandang, tanah longsor, angin kencang, hingga gelombang tinggi di sejumlah wilayah pesisir.
Desindra meminta masyarakat tetap waspada, terutama di daerah rawan longsor dan sepanjang aliran sungai.
“Kami mengimbau masyarakat untuk terus memantau informasi cuaca dan meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi hujan lebat berdurasi panjang. Kondisi atmosfer masih aktif hingga beberapa hari ke depan,” katanya.
Dengan intensitas hujan yang masih tinggi dan sejumlah wilayah yang sudah sangat jenuh air, BMKG meminta pemerintah daerah dan masyarakat meningkatkan kesiagaan menghadapi potensi bencana susulan.
















