Kabarminang – Umat Buddha di Kota Padang memperingati Hari Raya Waisak di Vihara Buddha Warman, Senin (12/5/2025). Perayaan ini diisi dengan serangkaian upacara keagamaan yang sarat makna serta ajakan untuk memperkuat semangat kebersamaan dan toleransi.
Ketua Pengurus Vihara Buddha Warman, Sudharma, menyampaikan bahwa dalam situasi ekonomi yang menantang saat ini, semangat persatuan menjadi kebutuhan utama bangsa.
“Kalau kita terus mencari kesalahan dan sibuk dengan hal-hal tidak penting, kemajuan sulit tercapai. Baik dalam komunitas kecil seperti umat Buddha, maupun dalam skala bangsa, kebersamaan dan toleransi harus dijaga,” ujar Sudharma.
Ia menekankan bahwa kebersamaan tanpa toleransi justru bisa menimbulkan konflik yang menghambat pembangunan. Menurutnya, sikap mau menang sendiri dan menganggap diri paling benar hanya akan memperpanjang perdebatan yang tidak produktif.
Perayaan Waisak di Vihara Buddha Warman diawali dengan upacara Yifo, yaitu prosesi menyiram patung Buddha bayi sebagai simbol membersihkan kekotoran batin, seperti ketamakan, kebencian, dan kebodohan. Setelah itu, umat melaksanakan upacara Paradaksina, yaitu berjalan mengelilingi vihara sebanyak tiga kali searah jarum jam, lalu dilanjutkan dengan Waisaka Puja atau sembahyang utama.
Tahun ini, perayaan Waisak di Padang dihadiri oleh tiga biksu dari Provinsi Lampung, dua di antaranya berasal dari suku Karo dan satu dari suku Jawa. Sudharma menjelaskan bahwa kehadiran para biksu sangat penting karena mereka merupakan pemuka agama Buddha yang sepenuhnya mengabdikan hidup untuk mengurus urusan keagamaan.
“Berbeda dengan pandita yang masih boleh berkeluarga dan menjalani pekerjaan lain, biksu tinggal di wihara dan mengabdikan hidupnya untuk agama,” ujarnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa jumlah umat yang hadir tahun ini meningkat dibanding tahun lalu. Meski malam sebelumnya diguyur hujan, sejak pagi hari vihara telah dipenuhi umat hingga ke tangga-tangga.
“Mayoritas yang hadir hari ini berasal dari Padang. Biasanya ada juga dari Bukittinggi, tapi tahun ini kami minta mereka fokus beribadah di daerah masing-masing agar semangat perayaan tetap merata,” kata Sudharma.
Selain sebagai tempat ibadah, Vihara Buddha Warman kini juga dikembangkan sebagai pusat kebudayaan, pendidikan, pembelajaran, pelatihan, dan pelayanan untuk anak-anak.
Pada pukul 11.30 WIB, perayaan dilanjutkan dengan pembacaan mantra dalam dua bahasa, yakni Pali dan Mandarin. Bahasa Pali digunakan karena merupakan bahasa asli kitab suci Buddha, sementara bahasa Mandarin digunakan oleh umat yang memiliki latar belakang budaya Tionghoa pada malam hari.
Malam harinya, umat Buddha akan menggelar Samadhi Suci Waisak, yakni meditasi untuk menyambut detik-detik suci Waisak pada pukul 00.30 WIB.
Arya (19), salah seorang umat Buddha yang hadir, menyampaikan harapannya agar perayaan Waisak bisa menjadi momen bagi generasi muda untuk meningkatkan kualitas diri dan memperkuat perdamaian.
“Tema Waisak tahun ini adalah meningkatkan pengendalian diri, kebijaksanaan, dan mewujudkan perdamaian dunia. Harapannya, kami bisa menerapkannya tidak hanya di vihara, tapi juga dalam kehidupan sehari-hari,” ujarnya.
Ia juga mengapresiasi suasana toleransi yang terjalin di Kota Padang. “Di sekitar vihara ini ada masjid dan gereja. Ini menunjukkan Kota Padang sangat toleran dan aman,” tambahnya.
Sementara itu, Kapolsek Padang Barat, Dwi Angga Prasetyo, mengatakan bahwa pihak kepolisian menurunkan lebih dari 10 personel gabungan dari Polsek dan Polresta Padang untuk mengamankan jalannya perayaan.
“Fokus kami adalah menjaga keamanan dan ketertiban di lokasi, karena rangkaian acara akan berlangsung hingga malam,” katanya. (Harris)