Oleh: Nashri Rafki
Ungkapan sebelas dua belas sering digunakan untuk membandingkan sesuatu yang memiliki sedikit perbedaan. Dua angka berurutan yang secara matematis hanya selisih satu angka sehingga memberi kesan jumlah yang sedikit, hanya berbeda tipis.
Kita tidak membahas kenapa dua angka ini yang dipilih dari sekian banyak angka yang berurutan. Namun saat ini ketika kita mendengar angka 11 dan 12 maka kemungkinan besar yang muncul dalam benak kita sekarang adalah tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang saat ini adalah 11% dan akan naik jadi 12% mulai tahun 2025. Walaupun secara matematis jumlah kenaikan tarif PPN hanya 1%, karena menyangkut aspek ilmu sosial yang bukan bersifat pasti, maka efek dari kenaikan yang relatif kecil tersebut tidak dapat dipandang sederhana. Kita mungkin pernah mendengar istilah efek kupu-kupu atau butterfly effect yang menggambarkan bahwa satu perubahan kecil, bahkan yang terlihat sepele, dapat menimbulkan dampak besar dan tak terduga.
Gejolak di tengah masyarakat sebagai reaksi atas adanya kebijakan pemerintah adalah indikasi dari berjalannya demokrasi. Vox populi vox dei yang secara harfiah berarti suara rakyat harus dihargai sebagai penyampai kehendak Ilahi. Indonesia menganut konsep demokrasi dalam bernegara berarti negara bertujuan untuk melayani rakyat sebagai pemilik kedaulatan. Untuk Lebih jelasnya dalam pembukaan UUD 1945 tujuan negara adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial
Untuk dapat menjalankan fungsinya pemerintah memerlukan sumber pembiayaan dan yang paling dominan bersumber dari pajak. Pasal 23A Undang Undang Dasar 1945 menyatakan “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang”.
Terkait pemungutan pajak ini ada ungkapan “In this world nothing can be said to be certain, except death and taxes,” yang ditulis Benjamin Franklin dalam suratnya kepada Jean-Baptise Le Roy pada 1789. Ungkapan negarawan dari Amerika ini yang jika diterjemahkan berarti tidak ada di dunia ini yang bersifat pasti kecuali kematian dan pajak sering dikutip untuk menggambarkan bahwa tingkat kepastian pajak sama dengan pastinya kematian, artinya tiap orang tidak bisa mengelak dari kewajiban pajak.
Perlu diketahui bahwa pengenaan PPN bukanlah hal yang baru penerapannya, sudah ada sejak tahun 1983 dan pada awalnya memiliki tarif 10%, yang tidak berubah sampai tahun 2023. Tarif Pajak Pertambahan Nilai untuk tahun 2024 naik menjadi 11% dan terhitung mulai Januari 2025 naik lagi menjadi 12%. Tarif PPN ini dapat diubah antara 5% sampai dengan 15% yang diatur dengan Peraturan Pemerintah tentunya dengan persetujuan DPR.
Definisi Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi atas objek PPN dalam daerah pabean. Pajak atas konsumsi berarti disesuaikan dengan daya beli, semakin besar kemampuan ekonomi untuk mengkonsumsi barang atau jasa maka semakin besar pula pajak yang akan ditanggung konsumen. Karena bersifat wajib, kita tidak bisa memilih untuk tidak membayar pajak dan karena PPN sifatnya pajak tidak langsung maka yang akan berhadap-hadapan bukan antara aparat pemerintah dengan pembayar pajak (konsumen) tapi antar sesama masyarakat yaitu pengusaha kena pajak yang diberi kewajiban oleh undang-undang untuk memungut PPN dengan masyarakat sebagai konsumen pembayar pajak.
Pemungutan pajak diatur dengan undang-undang sebagai ketentuan hukum. Tujuan aturan hukum adalah untuk memberikan rasa keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan. Pakar hukum Lawrence W Friedman menyatakan bahwa sistem hukum terdiri dari tiga komponen yaitu struktur hukum (lembaga hukum), substansi (isi peraturan) dan budaya hukum. Budaya hukum yang dipandang sebagai komponen terpenting mengacu pada sikap, nilai, dan opini dalam masyarakat dengan penekanan pada hukum, sistem hukum serta beberapa bagian hukum.
Pakar hukum lain, Hans Kelsen berpendapat agar suatu kaidah hukum efektif, haruslah memenuhi dua syarat utama, yaitu kaidah hukum tersebut harus dapat diterapkan dan kaidah hukum tersebut harus dapat diterima masyarakat. Dengan demikian agar ketentuan tentang PPN dapat berjalan efektif maka kedua hal di atas harus terpenuhi.
Dari dua pendapat pakar tersebut dapat kita simpulkan bahwa opini masyarakat sangat mempengaruhi efektivitas penerapan hukum termasuk penerapan kewajiban PPN. Dari berbagai opini yang muncul pada masyarakat yang jadi pertanyaan besar bukan hanya berapa banyak pajak yang harus dibayar tapi juga adalah apakah pajak yang disetor sudah digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat?
Pekerjaan rumah bagi kita bersama baik bagi pemerintah yang berkewajiban menjalankan fungsinya untuk mencapai tujuan negara dan bagi rakyat yang berkewajiban menyokong dan membiayainya. Kedua hal ini harus sejalan untuk mencapai cita-cita bangsa untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.*
Nashri Rafki
Penyuluh Pajak Ahli Muda KPP Pratama Padang Dua