Sejak masyarakat menggarap lahan tersebut tahun 2000, kata Rasidi, tidak ada tanda-tanda bahwa lahan tersebut kawasan hutan, baik berupa tanda batas maupun plang kawasan hutan, dan selama penggarapan, juga tidak ada teguran dari aparat terkait.
“Baru diadakan sosialisasi tahun 2021, bahwa lahan tersebut kawasan HPK dan hutan lindung. Sejak itulah, Kementerian Kehutanan dan Polda Sumbar sering melakukan razia, dan sudah banyak yang ditangkap dan diproses hukum,” ujar Rasadi.
Rasadi mengatakan bahwa tahun 2022 Ninik Mamak Inderapura membuat sanggahan kepada kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Polri. Sejak itu, katanya, tidak ada lagi razia.
“Namun, awal bulan Februari 2025, kembali ada razia oleh Polda Sumbar, dan tiga orang masyarakat kami ditetapkan jadi tersangka pada 15 Maret 2024,” ucapnya.
Rasidi menambahkan bahwa niniak Mamak dan masyarakat Inderapura berharap kepada Menteri Kehutanan supaya status kawasan HPK dan hutan lindung tersebut dikembalikan lagi menjadi tanah ulayat nagari Inderapura. Ia juga berharap tiga warga Inderapura yang jadi tersangka kasus tersebut dibebaskan dari jeratan hukum.
“Sampai ada solusi atas keterlanjuran ini, kami berharap tidak ada lagi razia dari Kementerian Kehutanan maupun polisi,” katanya.
Untuk mengurai masalah itu, Andre Rosiade membawa rombongan niniak mamak dan 25 perwakilan warga Nagari Inderapura, serta Ketua, Wakil, dan Anggota DPRD Pesisir Selatan, untuk bertemu dengan Menteri dan Wakil Menteri Kehutanan pada Kamis (8/5) di Jakarta. Ia mendesak agar Kementerian Kehutanan segera mengevaluasi status kawasan tersebut dan menghentikan potensi kriminalisasi massal. Ia juga meminta dibukanya ruang dialog yang adil untuk menyelesaikan konflik itu. Mereka menyuarakan keresahan karena tanah yang telah mereka tempati dan kelola sejak lama kini diklaim sebagai kawasan hutan lindung.
Sementara itu, Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni, berjanji untuk mempelajari persoalan tersebut dan akan mencarikan solusi penyelesaiannya.
“Silakan sampaikan data-datanya. Nanti ditindaklanjuti oleh Sekjen dan Dirjen terkait. Kalau keberadaan masyarakat lebih dahulu di sana dari pada penetapan kawasan hutan, status kawasan hutannya dicabut,” ujar Raja Juli.
Raja Juli menambahkan bahwa penyelesaian status lahan itu ada peluang melalui program Inventarisasi dan Verifikasi Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan. Mengenai warga yang ditetapkan jadi tersangka oleh Polda Sumbar, ia menyebut bahwa hal itu akan ditangani oleh Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Kehutanan.