“Tidak (dia tidak sampaikan ada tekanan). Dia cuma bilang, ‘Iya, Ma. Terima kasih banyak. Nanti saya cerita. Nanti saya cerita lagi’. Setelah itu saya WA, ‘Nak, apa pun masalahnya, datang sama Tuhan. Berdoa, minta kekuatan dari Tuhan. Karena hanya Tuhan yang mampu tolong kita. Mama selalu ada untuk kamu. Harus kuat’. Jadi, memang setelah itu saya selalu galau. Anakku di sana pasti dalam tekanan mungkin,” bebernya.
Cristina juga mengenang video call terakhirnya dengan AKP Ryantro Ulil dua hari sebelum kabar duka tersebut. Kata dia, kebiasaan video call sudah mendiang lakukan sejak dahulu.
“Saya video call sama anak saya dua hari yang lalu. Dia sering video call. Dengan adik-kakaknya. Itu selalu dengan ponakan-ponakannya,” katanya.
Kemudian, ketika kabar duka itu tiba, Cristina mengaku sama sekali tidak menyangka. Dirinya juga tidak punya firasat apa pun anaknya akan pergi selama-lamanya.
“(Saat video call) tidak ada tanda-tandanya. Tidak ada ciri-cirinya bilang ada mau kejadian seperti itu. Tapi, itu sudah terjadi,” tuturnya.
Cristina juga mengenang bagaimana dua bulan lalu AKP Ryanto datang ke Makassar seolah ingin beristirahat dari rutinitas. Kini, Cristina merasa begitu kehilangan, terlebih saat mengetahui bahwa anaknya kehilangan nyawa akibat tindakan orang lain.
“Makanya saya tidak siap sekali anakku pergi. Karena kalau sakit mungkin tapi ini karena perbuatan orang lain sampai hilang nyawanya kasihan. Ya, memang Tuhan sudah tunjukkan jalan bahwa umurnya sekian. Tapi, caranya itu yang saya kayak tidak terima. Anak saya dikasih begitu orang,” ungkapnya.
Diberitakan sebelumnya, Ryanto Ulil ditembak oleh Dadang di Mapolres Solok Selatan di Jorong Bukit Malintang Barat, Nagari Lubuk Gadang, Kecamatan Sangit, Kabupaten Solok Selatan pada Jumat (22/11) pukul 00.43 WIB.