Koalisi itu terdiri atas berbagai elemen sipil, antara lain WALHI Sumbar, YCM Mentawai, LBH Padang, PBHI Sumbar, Formma Sumbar, serta didukung oleh AMAN Mentawai, Bupati dan Ketua DPRD Kepulauan Mentawai.
Kepala DLH Sumbar, Tasliatul Fuaddi, mengatakan bahwa pihaknya hanya bertugas menilai dokumen Amdal dan menyampaikan rekomendasi kepada pemerintah pusat.
“Kami bukan pihak yang menyetujui atau menolak izin. Kewenangan ada di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Kami hanya menyampaikan hasil evaluasi dan aspirasi publik,” ujarnya Fuaddi saat sidang pembahasan amdal perusahaan pada Selasa (22/05).
Ia juga menegaskan bahwa lokasi konsesi berada di kawasan hutan produksi sesuai dengan Perda RTRW kabupaten, provinsi, dan penunjukan kawasan hutan nasional. Oleh karena itu, katanya, dari sisi tata ruang, tidak ada aturan yang dilanggar.
Perihal kekhawatiran akan pembukaan kebun sawit, Fuaddi membantah adanya rencana tersebut. Menurutnya, kegiatan yang dilakukan murni pengelolaan hasil hutan produksi, baik kayu maupun nonkayu, seperti rotan, kelapa, dan cengkeh.
“Setiap usaha pasti berdampak. Namun, regulasi mewajibkan pengelolaan dampak dan pengawasan ketat oleh berbagai pihak, termasuk masyarakat. Kami membuka ruang pengaduan sesuai dengan Permen LHK Nomor 22 Tahun 2017,” ucapnya.
DLH Sumbar juga membuka ruang dialog dengan mahasiswa dan organisasi masyarakat sipil selama proses pembahasan amdal. Meski ruang terbatas, Fuaddi menyampaikan apresiasi atas partisipasi masyarakat yang aktif menyuarakan pandangan mereka.
Saat ini dokumen teknis tentang limbah dan emisi telah disetujui kementerian, dan pembahasan masih berlanjut pada Rencana Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (RKL-RPL). Tim teknis DLH telah melakukan verifikasi lapangan sebagai bagian dari proses tersebut.