Ironisnya, di tengah keterpurukan, mereka juga menghadapi stigma dan ancaman pengusiran dari sebagian warga. Dua kepala keluarga bahkan sempat menuding S sebagai “pembawa sial”.
Namun, di antara banyak yang menjauh, ada satu yang peduli: Desi, warga sekitar. Ia mengenal S sejak kecil dan memilih membantu.
“Saya kira dengan KB dia nggak akan hamil lagi… Tapi ternyata malah sudah tujuh bulan,” kata Desi, yang kerap membantu makanan, biaya, bahkan membawa S ke fasilitas kesehatan.
Kasus ini akhirnya sampai ke telinga pihak berwenang. Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Padang Pariaman telah menerima laporan. Sejumlah nama disebut sebagai terduga pelaku, baik pada kehamilan pertama maupun yang sekarang, meski penyelidikan masih berjalan. Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman juga turun tangan memberikan pendampingan medis dan sosial kepada S.
Meski jarang bicara, sorot mata S menyimpan banyak cerita: tentang keterbatasan, ketidakadilan, dan trauma yang tak mampu ia ucapkan. Di balik diamnya, ada satu harapan: agar kehamilan yang tak diinginkan ini berakhir dengan lahirnya keadilan, bukan luka baru.