Para WNA itu hanya mengantongi visa C18, yang menurut Nizam tidak diperuntukkan bagi tenaga kerja tetap. Visa tersebut, dalam pengertian normatif, katanya, diperuntukkan bagi peserta pelatihan atau uji coba kemampuan, bukan untuk dipekerjakan dalam kegiatan produksi tambang.
“Sudah ada berita acara pemeriksaan (BAP), buktinya lengkap. Bahkan secara pidana pun bisa kami tempuh. Namun, karena hal ini menyangkut koordinasi lintas lembaga negara, kami masih mengedepankan komunikasi,” katanya.
Nizam menyebut bahwa surat perintah untuk mengeluarkan para WNA itu dari wilayah kerja akan segera dikirimkan ke manajemen PT GMK. Namun, menurutnya, perusahaan melalui direksi di Jakarta meminta agar diadakan pertemuan lanjutan dengan instansi terkait sebelum langkah lebih jauh diambil.
“Direksi PT GMK minta mediasi. Rencananya hari Jumat (18/7) akan digelar pertemuan lanjutan di kantor Sekda Provinsi bersama stakeholder lain,” tutur Nizam.
Layangkan 17 sanggahan ke Imigrasi
Kepala Seksi Penegakan Hukum UPTD Pengawas Ketenagakerjaan Wilayah II, Handra Pramana, mengatakan bahwa pihaknya telah menyampaikan 17 poin sanggahan dan keberatan kepada pihak Imigrasi atas sikap mereka yang menyatakan tidak ada pelanggaran.
“Dari 17 sanggahan yang kami ajukan, hanya dua yang dijawab. Sisanya dibiarkan. Padahal sanggahan kami merujuk pada pasal-pasal yang terang benderang di aturan hukum,” ujar Handra kepada Kabarminang.com, Selasa (15/7).
Ia mempertanyakan logika Imigrasi yang menyatakan bahwa para WNA itu sedang menjalani uji coba kerja. Padahal, katanya, beberapa dari mereka sebelumnya telah pernah dideportasi karena kasus serupa.
“Apa iya uji coba kerja dilakukan oleh orang yang sudah pernah dideportasi karena melanggar hukum? Apalagi tidak ada alat baru yang sedang diuji. Semua alat yang digunakan adalah alat lama,” ucapnya.