Kabarminang – Keberadaan 13 warga negara asing (WNA) asal Republik Rakyat Tiongkok (RRT) di area operasional PT Gamindra Mitra Kesuma (GMK) di Jorong Ranah Panantian, Nagari Air Bangis, Kecamatan Sungai Beremas, Pasaman Barat, terus menuai polemik. Para WNA yang ditemukan di lokasi tambang bijih besi pada Rabu (25/6) itu dinilai melanggar aturan ketenagakerjaan dan seharusnya dideportasi.
Pakar hukum ketenagakerjaan dari Fakultas Hukum Universitas Andalas, Khairani Lubis, menegaskan bahwa pekerja asing wajib tunduk kepada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, termasuk kepada semua peraturan turunannya. Ia menyebut bahwa visa kunjungan jenis C.18 yang dimiliki oleh 13 WNA tersebut bukan visa yang sah untuk bekerja.
“Dalam aturan ketenagakerjaan, yang diperbolehkan bekerja hanyalah tenaga kerja asing (TKA) yang memiliki keahlian tertentu, dan harus ada rencana penggunaan tenaga kerja asing sebagai prasyarat utama. Kalau hanya memakai visa C.18, itu bisa jadi pelanggaran,” ujar Khairani kepada Kabarminang.com pada Minggu (29/6).
Menurut Khairani, penggunaan TKA hanya dibolehkan bila keahlian yang dibutuhkan tidak dimiliki oleh tenaga kerja lokal. Bahkan, katanya, kehadiran mereka harus diiringi dengan proses alih teknologi dan pengetahuan.
“Kalau dia ahli, harus dibuktikan dulu. Apakah ada warga negara Indonesia yang bisa mengerjakan hal yang sama? Kalau tidak ada, barulah boleh menggunakan TKA. Tapi, itu pun harus didampingi oleh tenaga kerja lokal,” tuturnya.
Dalam regulasi penanaman modal, kata Khairani, kewajiban itu lebih ketat lagi. Ia mengatakan bahwa satu orang TKA bahkan wajib didampingi oleh sepuluh pekerja lokal.
“Tujuannya jelas: alih pengetahuan. Tapi, kalau datang begitu saja tanpa dokumen kerja, itu patut dicurigai ada pelanggaran. Bisa saja diselundupkan oleh pemilik usaha,” katanya.
Khairani menyarankan agar para WNA tersebut segera dideportasi. Selain itu, katanya, pemerintah bisa memberikan sanksi kepada perusahaan, dari pencabutan izin hingga pembekuan operasional sementara.