Konflik antara nelayan pukat harimau mini dan nelayan tradisional di Muara Kandis Pungasan sudah lama terjadi. Ia menginformasikan bahwa sebelum bentrokan kali ini, bentrokan terkahir terjadi pada 2018. Ia menyebut bahwa pada tahun itu nelayan Muara Kandis Pungasan membakar dua kapal pukat harimau mini.
Helkamsi meminta kepolisian dan pemerintah untuk serius menangani pukat harimau mini tersebut agar tidak terjadi lagi konflik antarnelayan.
Sementara itu, Kepala Polsek Linggo Sari Baganti, AKP Welly Anoftri, mengatakan bahwa nelayan yang terluka itu bernama Deri (24). Ia menginformasikan bahwa Deri melapor ke polsek sekitar pukul 8.30 WIB.
“Setelah menerima laporan dari Deri, personel polsek mendampingi Deri untuk divisum di Puskesmas Linggo Sari Baganti. Kemudian, saya memerintahkan semua personel ponsel untuk mendatangi muara untuk berjaga-jaga meredam emosi warga agar konflik tidak meluas,” ucap Welly.
Kemudian, kata Welly, personel Sathan Intel dan Satuan Polairud Polres Pesisir Selatan juga turun ke kecamatan tersebut. Ia mengatakan bahwa kedua satuan itu mendatangi wali nagari dan warga Nagari Air Haji, Nagari Air Haji Barat, dan Nagari Muara Gadang, yang merupakan nagari tetangga Muara Kandis Pungasan, untuk berjaga-jaga dan mencegah terjadinya konflik antarnelayan di nagari yang punya pukat harimau mini dan di nagari yang nelayannya nelayan tradisional.
“Polisi sedang menyelidiki nelayan pukat harimau mini yang bentrok dengan nelayan tradisional tadi pagi. Belum diketahui siapa orangnya dan dari nagari mana. Jadi, kami meminta warga untuk tidak terpancing emosinya berdasarkan informasi yang belum jelas kebenaeannya,” tutur Welly.
Welly mengatakan bahwa konflik antara nelayan pukat harimau mini dan nelayan tradisional di Linggo Sari Baganti terjadi setidaknya sejak 1995. Beberapa waktu yang lalu, kata Welly, Forum Komunikasi Pimpinan Kecamatan (Forkopimca) Linggo Sari Baganti memanggil beberapa wali nagari untuk berdiskusi di kantor camat guna membahas masalah pukat harimau mini. Namun, kata Welly, upaya forkopimca untuk menangani masalah itu belum berhasil karena akar masalahnya ada pada alat tangkap.
“Di Linggo Sari Baganti ada sekitar 150 kapal pukat harimau mini. Solusinya, pemerintah harus mengganti alat tangkap mereka dengan alat tangkap yang diizinkan dan tidak melanggar hukum,” tutur Welly.















