Kabarminang.com – Kasus kekerasan seksual yang melibatkan mantan anggota DPRD Kota Pariaman berinisial Y (54) mengungkapkan lemahnya sistem perlindungan bagi korban. Seorang pelajar SMA yang menjadi korban dalam kasus ini kini tengah hamil tujuh bulan, namun mengalami kesulitan mendapatkan layanan kesehatan karena tidak terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan.
Pimpinan Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA), Fatmiyeti Kahar mengungkapkan bahwa saat ini ada dua korban kekerasan seksual yang tengah berada dalam perlindungannya dan sedang hamil tua. Keduanya tidak memiliki BPJS Kesehatan, sehingga RPSA kesulitan mencari solusi untuk memenuhi kebutuhan kesehatan mereka.
“Keduanya tidak memiliki BPJS, dan kami kewalahan mencari solusinya,” ujar Fatmiyeti Kahar dalam wawancara pada Rabu (29/1).
Kondisi ini memicu keprihatinan masyarakat, terutama terkait dengan tanggung jawab negara dalam menjamin akses kesehatan bagi korban kekerasan seksual.
Negara Dinilai Abai terhadap Korban
Tokoh masyarakat Pariaman, Alwis Ilyas, menegaskan bahwa kasus ini mencerminkan buruknya sistem perlindungan sosial yang seharusnya hadir untuk mendampingi korban, bukan justru membebani mereka dengan kendala administratif.
“Kasus ini sangat memilukan. Seorang korban dalam kondisi rentan justru menghadapi hambatan birokrasi yang seharusnya tidak terjadi. Pemerintah, baik pusat maupun daerah, wajib memastikan korban mendapatkan haknya, termasuk akses kesehatan tanpa terkendala status kepesertaan BPJS. Negara tidak boleh lepas tangan dalam memastikan mereka mendapatkan layanan kesehatan yang layak,” tegas Alwis saat diwawancarai oleh Sumbarkita, Rabu (29/1).
Menurut Alwis, tanpa kepesertaan BPJS, korban akan dibebani biaya besar untuk pemeriksaan kehamilan, persalinan, hingga perawatan pasca-persalinan. Pemerintah Kota Pariaman, menurutnya, harus segera mengambil langkah konkret agar korban mendapatkan layanan kesehatan yang dibutuhkan.