Kabarminang.com – Setiap kali Lebaran tiba, salah satu hal yang paling identik dengan perayaan ini di Indonesia adalah ketupat. Hidangan berbentuk anyaman ini hampir selalu hadir di meja makan, disajikan bersama opor ayam, rendang, atau sayur lodeh.
Namun, lebih dari sekadar makanan khas Idul Fitri, ketupat memiliki makna filosofis dan historis yang mendalam. Tradisi ini bukan hanya soal kuliner, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai keislaman, budaya, dan sosial yang telah diwariskan turun-temurun.
Ketupat tidak hanya populer di Indonesia, tetapi juga di berbagai negara Asia Tenggara, seperti Malaysia dan Brunei. Namun, di Indonesia, keberadaannya sangat erat kaitannya dengan perayaan Lebaran.
Filosofi ketupat sendiri berakar dari ajaran Wali Songo, khususnya Sunan Kalijaga, yang menggunakan simbol ini sebagai bagian dari dakwah Islam di tanah Jawa.
Makna-makna yang terkandung dalam ketupat, mulai dari bentuknya yang terjalin rumit hingga isi nasi di dalamnya, melambangkan perjalanan spiritual dan sosial umat Muslim setelah sebulan penuh berpuasa.
Lantas, mengapa ketupat menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan Idulfitri di Indonesia? Bagaimana asal-usul dan filosofi yang terkandung dalam tradisi ini? Berikut penjelasannya.
Secara etimologis, kata “ketupat” berasal dari bahasa Jawa “kupat,” yang merupakan singkatan dari “ngaku lepat,” berarti mengakui kesalahan. Hal ini mencerminkan tradisi saling memaafkan yang menjadi inti perayaan Idul Fitri. ​