Kabarminang – Harga kelapa bulat merangkak naik sejak akhir tahun lalu. Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita membeberkan penyebab meroketnya harga kelapa di pasaran.
Menurut dia, saat ini kelapa banyak diekspor ke negara lain. Akibatnya suplai kepala di pasar-pasar tradisional menjadi kekurangan.
“Sehingga menyebabkan kenaikan harga dan konsumen rumah tangga menjadi korban atas kenaikan harga tersebut,” tutur Agus dilansir siaran pers Kemenperin, Minggu (4/5/2025).
Agus melanjutkan, selama ini kelapa Indonesia lebih cenderung diekspor dalam bentuk kelapa bulat karena belum ada regulasi tata niaganya.
“Eksportir tidak dipungut pajak, sedangkan industri dalam negeri membeli kelapa dari petani dikenakan pajak PPh pasal 22 sehingga playing field antara eksportir dengan industri kelapa dalam negeri tidak sama,” ungkapnya.
Di sisi lain, kebutuhan konsumsi, utamanya untuk rumah tangga dan industri kecil dan menengah (IKM) adalah sekitar 2 miliar butir kelapa per tahun. Agus menyampaikan, Indonesia merupakan negara penghasil kelapa lima besar dunia tetapi belum memiliki kebijakan tata niaga bahan baku kelapa seperti pelarangan ekspor, pungutan ekspor dan lartas.
“Sementara negara-negara produsen kelapa lainnya seperti Filipina, India, Thailand dan Sri Lanka telah menerapkan kebijakan larangan ekspor untuk menjaga nilai tambah ekonomi kelapa, lapangan pekerjaan, dan keberlangsungan industri pengolahan kelapa,” jelasnya.
Harga kelapa di Pasar Tradisional di Kota Padang
Sebelumnya diberitakan, harga kelapa di Pasar Raya Padang melonjak tajam dalam beberapa bulan terakhir. Pedagang mengeluhkan sulitnya mendapatkan pasokan kelapa, yang menyebabkan kenaikan harga hingga 50 persen.