Kabarminang — Para tenaga honorer di Pemko Pariaman kecewa setelah dinyatakan tidak memenuhi syarat dalam seleksi tahap dua pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Tenaga pramusaji, sopir, tenaga kebersihan, dan keamanan yang sudah bertahun-tahun mengabdi kini harus menerima kenyataan pahit bahwa mereka tidak bisa diangkat sebagai PPPK karena aturan pemerintah pusat.
Namun, yang menjadi sorotan, pada seleksi tahap pertama ialah beberapa tenaga dengan kategori serupa justru berhasil lolos dan baru saja dilantik sebagai PPPK. Kejanggalan itu memicu tanda tanya besar dan gelombang ketidakpuasan di kalangan tenaga honorer yang merasa diperlakukan tidak adil. Mengapa aturan itu tidak berlaku sejak awal? Apakah ada faktor lain yang menyebabkan perbedaan perlakuan antara seleksi tahap pertama dan tahap kedua?
Salah satu tenaga honorer yang dinyatakan tidak memenuhi syarat, sopir bernama Andri, mengungkapkan kekecewaannya.
“Kami sudah mengabdi bertahun-tahun, bekerja dengan gaji yang minim, berharap ada kejelasan nasib. Tapi, tiba-tiba kami dinyatakan tidak memenuhi syarat, sementara teman-teman dengan pekerjaan yang sama sudah dilantik lebih dulu. Di mana keadilannya? Jika memang ada aturan pusat, mengapa di tahap pertama ada yang lolos? Kenapa aturan ini tiba-tiba berubah dan hanya merugikan kami?” ujarnya dengan nada kecewa.
Senada dengan itu, Emi, tenaga kebersihan yang juga dinyatakan tidak memenuhi syarat, mengatakan bahwa ia merasa dianaktirikan.
“Selama ini kami bekerja tanpa kepastian, berharap ada peluang untuk kehidupan yang lebih baik, tapi malah diperlakukan seperti ini. Jika ada aturan yang membatasi pengangkatan kami, seharusnya diterapkan sejak awal, bukan tiba-tiba di tahap kedua,” ucapnya.
Para tenaga honorer itu merasa kebijakan yang berubah-ubah tersebut justru merugikan mereka. Mereka menuntut adanya transparansi dalam proses seleksi PPPK di Pariaman agar tidak ada kesan pilih kasih atau ketidakadilan dalam pengangkatan pegawai.
Yandi Fitra, peserta yang dinyatakan tidak memenuhi syarat, mengatakan bahwa ketidakjelasan itu memperkuat dugaan bahwa proses seleksi PPPK di Pariaman tidak berjalan dengan transparan.