Hingga laporan disampaikan, Universitas Baiturrahmah dan RSUD dr. Achmad Mochtar Bukittinggi disebut belum memberikan tanggapan resmi. Sementara balasan dari RSUD dr. Mohammad Natsir Solok dinilai tidak substantif karena hanya menyebut adanya “fleksibilitas waktu” bagi mahasiswa profesi dokter.
“Konsep fleksibilitas waktu bagi pejabat negara yang juga memegang jabatan publik penuh waktu bertentangan dengan prinsip pendidikan klinis yang bersifat full time dan menimbulkan pertanyaan serius terkait integritas institusi,” ujar Aryanda.
Badko HMI Sumbar menilai jawaban tersebut justru memperkuat dugaan adanya perlakuan berbeda atau fleksibilitas non-standar, yang berpotensi melanggar prinsip keadilan institusional.
Tuntutan ke BK DPD RI
Berdasarkan rujukan UU MD3, UU Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari KKN, serta Kode Etik DPD RI, Badko HMI Sumbar menuntut agar BK DPD RI melakukan pemeriksaan etik terhadap Cerint Iralloza Tasya.
Pelapor mengajukan rentang sanksi mulai dari ringan hingga berat. Tuntutan maksimal yang diminta adalah rekomendasi Penggantian Antar Waktu (PAW) apabila teradu terbukti melakukan pelanggaran berat.
“Rekomendasi PAW dapat diberikan apabila terbukti tidak menjalankan tugas kedewanan dalam jangka waktu signifikan, menjadikan jabatan publik sebagai sekunder, atau melakukan pelanggaran integritas yang mencederai marwah lembaga,” demikian petikan tuntutan Badko HMI Sumbar.
Badko HMI Sumbar berharap laporan ini dapat menjadi bagian dari upaya menjaga integritas lembaga negara dan memastikan setiap pejabat publik bekerja dengan dedikasi penuh waktu sebagaimana amanat konstitusi.
Hingga berita ini diterbitkan, Cerint Iralloza Tasya maupun pihak terkait belum memberikan tanggapan resmi. Redaksi membuka ruang hak jawab sesuai prinsip jurnalisme berimbang.
















