Kabarminang – Nelayan pukat harimau mini (mini trawl) bentrok dengan nelayan tradisional di laut, tak jauh dari pintu muara Nagari Muara Kandis Punggasan, Kecamatan Linggo Sari Baganti, Pesisir Selatan, pada Jumat (21/11) pagi. Akibatnya, satu nelayan terluka akibat terkena lemparan kaca.
Wali Nagari Muara Kandis Punggasan, Helkamsi, menceritakan bahwa peristiwa itu terjadi sekitar pukul 7.00 WIB. Nelayan Muara Kandis Punggasan, yang merupakan nelayan tradisional, melihat kapal pukat harimau mini beroperasi sekitar 100 meter dari pintu muara nagari itu. Sepuluh nelayan lalu menaiki satu kapal untuk menemui awak kapal pukat harimau mini.
“Ketika kedua kapal berdekatan, bentrok langsung pecah karena pemimpin kapal pukat harimau mini mengambil parang, tidak diketahui apakah untuk memutus pukat mereka atau untuk menantang nelayan kami. Melihat hal itu, nelayan kami mengambil benda apa pun yang ada di kapal mereka untuk melawan. Satu nelayan kami terluka tangannya akibat lemparan kaca dari kapal mereka dan mendapatkan enam jahitan,” ucap Helkamsi kepada Sumbarkita.
Kapal pukat harimau mini itu, kata Helkamsi, pergi setelah lima nelayan di kapal tersebut memutuskan pukat mereka. Ia mengatakan bahwa nelayan Muara Kandis Punggasan membawa pukat harimau itu ke pinggir pantai, lalu membakarnya bersama-sama.
Sekitar pukul 8.00 WIB, kata Helkamsi, nelayan Muara Kandis Punggasan melaporkan bentrok itu kepada wali nagari. Karena hal tersebut diduga termasuk tindakan kriminal karena mengakibatkan seorang nelayan terluka, ia menyarankan para nelayan untuk melapor ke Polsek Linggo Sari Baganti.
Perihal penyebab nelayan menyambangi kapal pukat harimau mini, Helkamsi menjelaskan beberapa hal. Pertama, di nagari itu ada kesepakatan yang berlangsung puluhan tahun bahwa hari Jumat tidak melaut karena hari itu merupakan hari untuk salat Jumat. Namun, katanya, pukat harimau mini beroperasi pada hari Jumat, bahkan tak jauh dari pintu muara nagari itu.
Kedua, pada minggu lalu nelayan tradisional Muara Kandis Punggasan sudah mengingatkan nelayan pukat harimau mini yang beroperasi di laut sekitaran nagari itu. Namun, kata Helkamsi, nelayan tersebut malah menantang nelayan tradisional.
Ketiga, nelayan Muara Kandis Pungasan sudah dua bulan tidak berani melaut karena sering terjadi badai. Sementara itu, kata Helkamsi, nelayan pumat harimau mini tetap melaut karena kapal dan mesin kapal mereka besar. Menurut Helkamsi, hal itu menimbulkan kecemburuan sosial pada nelayan Muara Kandis Pungasan, yang semuanya merupakan nelayan tradisional, yang menggunakan alat tangkap pancing dan pukat payang.
“Tadi pagi kecemburuan sosial itu meningkat karena kapal pukat harimau mini beroperasi terlalu dekat dengan pintu muara nagari kami. Kalau mereka beroperasi jauh ke tengah, nelayan di sini tidak akan mempermasalahkannya,” ucap Helkamsi.















