Kabarminang – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang bersama kantor hukum Yutiasa Fakho S.H. & Partner mendesak negara untuk hadir secara tegas dan menegakkan hukum terhadap tindakan kekerasan serta perusakan rumah doa milik jemaat Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI) Anugerah di Padang Sarai, Kecamatan Koto Tangah, Padang, Minggu (27/7/2025) sore. Kedua lembaga itu menyampaikan keprihatinan mendalam atas insiden intoleransi yang tak hanya mengganggu ibadah umat, tetapi juga menyebabkan luka fisik pada anak-anak yang saat itu sedang mengikuti kegiatan belajar agama.
“Peristiwa ini menunjukkan masih adanya tindakan intoleran yang mengancam hak-hak dasar warga, terutama kebebasan beragama dan beribadah,” ujar Direktur LBH Padang, Diki Rafiqi, dalam pernyataan tertulis yang diterima Kabarminang.com pada Senin (28/7/2025).
Diki menekankan bahwa kebebasan beragama merupakan hak konstitusional yang dijamin dalam Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 serta Pasal 18 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (UDHR). Oleh karena itu, katanya, tindakan kekerasan, pembubaran paksa, dan intimidasi terhadap warga yang tengah beribadah harus dianggap sebagai bentuk pelanggaran serius terhadap hukum dan hak asasi manusia.
Dua anak terluka, jemaat trauma
LBH Padang mengungkapkan bahwa akibat penyerangan tersebut, dua anak mengalami luka fisik. Seorang anak berusia 11 tahun disebut mengalami luka parah dan tak bisa berjalan setelah dipukul dengan kayu, sementara anak lainnya yang berusia 13 tahun mengalami cedera di bagian punggung akibat tendangan. Keduanya dilarikan ke RS Yos Sudarso.
“Anak-anak lain menangis, panik, dan berlarian mencari tempat berlindung. Mereka mengalami trauma berat,” ucap Diki.
Selain itu, kata Diki, fasilitas rumah doa rusak: kaca jendela pecah, pintu rusak, dan peralatan ibadah hancur. Ia mengatakan bahwa aliran listrik ke bangunan tersebut juga diputus sepihak. Akibatnya, kata Diki, aktivitas pengajaran dan ibadah terpaksa dihentikan total.
Tuntutan penegakan hukum dan rekonsiliasi
LBH Padang dan Yutiasa Fakho S.H & Partner menegaskan bahwa negara tidak boleh diam ataupun tunduk pada tekanan kelompok intoleran. Diki mengatakan bahwa penegakan hukum atas pembubaran paksa dan kekerasan terhadap kegiatan ibadah yang sah merupakan tanggung jawab konstitusional.
Diki menyampaikan bahwa tindakan kekerasan seperti itu tidak membutuhkan laporan dari korban untuk diproses hukum sebab tergolong delik umum. Aparat penegak hukum, kata Diki, dapat menggunakan pasal-pasal, seperti Pasal 156 dan Pasal 175 KUHP untuk menjerat pelaku.