Kabarminang – Dialog antara pihak warga dan pendeta GKSI Anugerah Padang berlangsung di Kantor Kecamatan Koto Tangah, Minggu malam (28/7/2025). Pertemuan itu menjadi bagian dari upaya mediasi pascainsiden pembubaran kegiatan ibadah dan pendidikan agama jemaat kristen di sebuah rumah doa, yang menyebabkan dua anak mengalami luka fisik dan puluhan lainnya mengalami trauma.
Ketua RW 09, Burhanuddin, yang hadir dalam pertemuan itu, menegaskan bahwa dirinya tidak pernah menginstruksikan warga untuk melakukan pembubaran paksa terhadap kegiatan keagamaan tersebut.
Ia menyebut, upaya pembubaran oleh massa diduga berawal dari kesalahpahaman informasi soal fungsi bangunan yang dianggap sebagai gereja.
“Ketika saya melihat orang-orang mulai berkumpul di kedai, saya minta mereka bubar. Maksud saya supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, apalagi sampai menyangkut isu SARA,” kata Ketua RW.
Ia menambahkan bahwa warga mulai curiga sejak mendengar informasi dari petugas PLN yang mengatakan akan memasang listrik di bangunan yang disebut sebagai gereja.
“Ternyata itu rumah doa. Kami baru tahu sekarang kalau fungsinya untuk pendidikan agama anak-anak. Kalau dari awal jelas, mungkin persoalan ini tidak akan sejauh ini,” lanjutnya.
Dalam kesempatan itu, Ketua RT 03 RW 09, Samsir, turut mengklarifikasi posisinya. Ia mengaku sempat menerima penjelasan dari Pendeta Dachi bahwa rumah yang disewa tersebut awalnya digunakan sebagai tempat menampung warga terlantar, sebelum kemudian digunakan untuk kegiatan pendidikan agama.