Kabarminang — Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Badan Aliansi Mahasiswa Kota Payakumbuh menyampaikan kritik terhadap kinerja Zulmaeta dan Elzadaswarman selama 100 hari kerja di halaman Kantor Balai Kota Payakumbuh pada Rabu (4/6). Wali Kota Payakumbuh, Zulmaeta, menyambut para pendemo dengan tenang, lugas, dan terbuka.
Bukannya bersembunyi di balik meja, Zulmaeta memilih turun langsung menghadapi massa mahasiswa, yang mempersoalkan sejumlah isu krusial, mulai dari penutupan tempat hiburan malam (THM), dugaan LGBT, hingga persoalan sampah dan pelayanan publik.
“Kami tidak akan tutup mata. Kami tidak alergi kritik. Aspirasi ini akan menjadi bahan evaluasi kami untuk bekerja lebih baik,” ujar Zulmaeta disambut sorakan mahasiswa.
Aksi yang dimulai dari Tugu Adipura hingga balai kota itu menjadi ujian pertama kepemimpinan pasangan Zulmaeta–Elzadaswarman.
Namun, alih-alih menghindar, Zulmaeta justru menjadikan kritik sebagai peluang memperbaiki arah pembangunan.
Dalam orasi yang lantang, mahasiswa menyoroti keberadaan tempat hiburan malam yang dinilai tak tersentuh hukum. Parahnya, mereka menyebut ada THM yang kembali buka setelah dirazia dan disegel.
“Penutupan THM seperti sandiwara. Setelah petugas pergi, mereka buka lagi. Bahkan kami temukan yang beroperasi hingga pukul 3 subuh,” tutur seorang orator.
Mahasiswa juga melaporkan adanya dugaan praktik LGBT di sejumlah kafe yang dinilai mencederai nilai-nilai masyarakat Minangkabau.
“Kami temukan indikasi kuat, termasuk pelecehan di Jalan Jeruk. Kota ini butuh ketegasan!” tutur mereka.
Menyikapi hal tersebut, Zulmaeta menyatakan bahwa tidak akan membiarkan Kota Payakumbuh terjebak dalam praktik-praktik yang merusak moral dan ketertiban umum.
“Tidak ada kompromi untuk yang melanggar aturan. Jika benar ada THM buka lagi setelah disegel, kami akan evaluasi dan tindak tegas aparat terkait,” katanya.
Zulmaeta juga menjanjikan reformasi pengawasan terhadap tempat hiburan malam, termasuk penindakan terhadap praktik LGBT jika terbukti.
“Payakumbuh harus tetap berpegang pada adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Itu prinsip kami,” ucapnya.
Selain itu, mahasiswa melontarkan kritik pedas atas penanganan sampah yang dinilai masih semrawut, serta maraknya aksi balap liar dan begal.
“Sampah dibiarkan menumpuk, pelayanan BPJS tidak merata. Kami ingin keadilan untuk masyarakat kecil,” ujar mahasiswa.
Didampingi Wakil Wali Kota Elzadaswarman, Sekretaris Daerah, dan sejumlah kepala OPD, Zulmaeta mengajak mahasiswa untuk berdiskusi lebih dalam jika masih ada yang belum tersampaikan.
“Silakan datang ke balai kota kapan pun. Pintu saya terbuka untuk siapapun yang ingin membangun kota ini bersama-sama,” ucapnya.
Aksi damai tersebut ditutup dengan komitmen Pemko Payakumbuh untuk mengevaluasi berbagai laporan yang disampaikan mahasiswa, sekaligus menyiapkan langkah konkrit penindakan di lapangan.