Kabarminang.com – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menargetkan sebanyak 426 bidang tanah ulayat di Sumatera Barat (Sumbar) untuk disertifikasi. Saat ini, baru 10 bidang tanah yang berhasil disertifikatkan.
Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid menyampaikan akan mempercepat proses sertifikasi tanah ulayat di Sumbar.
“Targetnya masih jauh, yang kita kejar saat ini yaitu kalau tanah ulayat sudah disertifikatkan, justru makin sulit untuk diperjualbelikan. Sulit diterobos, sulit diserobot, karena batasnya jelas, Nomor Induk Bidangnya (NIB) jelas, luas wilayahnya jelas, bahkan kelembagaan adatnya juga diakui secara resmi,” kata Nusron kepada media di Auditorium UNP, Minggu (27/4).
Menurut Nusron, sertifikasi tanah ulayat tidak serta-merta membuat tanah bisa diperjualbelikan secara bebas. Justru, dengan adanya sertifikat, setiap transaksi atas tanah ulayat harus mendapatkan persetujuan dari seluruh lembaga adat yang berwenang.
“Kalau hari ini satu anggota adat bisa diam-diam jual tanah tanpa sepengetahuan yang lain, ke depan tidak bisa lagi. Semuanya harus sepakat. Kalau tidak, transaksi itu batal,” katanya.
Nusron juga menjelaskan, kekhawatiran sertifikat tanah ulayat akan berujung pada kewajiban membayar pajak bumi dan bangunan (PBB) sepenuhnya tergantung pada kebijakan pemerintah daerah setempat.
“Soal bayar pajak itu tergantung keputusan bupati. Apakah hak ulayat dikenakan pajak atau tidak, itu kebijakan kepala daerah. Tapi tujuan utama kami adalah melindungi tanah adat agar tidak diambil alih investor atau pihak-pihak lain tanpa menghargai hak-hak masyarakat adat,” jelasnya.
Terkait percepatan program ini, Nusron menyebut pihaknya terus melakukan sosialisasi dan edukasi langsung ke nagari-nagari di Sumbar.
“Kendalanya adalah kesadaran di kalangan lembaga adat masih rendah. Karena itu kami memperkuat kerja sama dengan Lembaga Kerapatan Adat Minangkabau (LKAM) untuk mendorong percepatan ini,” pungkasnya.