Kabarminang – Wali Kota Bukittinggi, Ramlan Nurmatias, angkat bicara terkait polemik Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang memicu aksi penggembokan di SMA Negeri 5 Bukittinggi oleh warga pada Senin (14/7). Aksi tersebut dipicu oleh tidak diterimanya sejumlah calon siswa dari daerah sekitar sekolah.
Menurut Ramlan, sistem penerimaan murid SMA saat ini merupakan kewenangan penuh dari Kementerian Pendidikan, dan bukan tanggung jawab pemerintah kota maupun provinsi.
“Penerimaan murid baru melalui sistem terpadu online tidak memberikan ruang kepada pihak lain untuk ikut campur. Sudah tidak bisa dipaksakan,” ujar Ramlan dalam konferensi pers, Selasa (15/7).
Ramlan menjelaskan, tahun ini merupakan kali pertama sistem pendaftaran murid dikelola langsung oleh Kementerian Pendidikan melalui platform digital terpadu untuk pendidikan dasar dan menengah. Ia mengakui terdapat sekitar 200 data siswa yang terkunci dalam sistem dan belum mendapatkan sekolah.
Pihaknya berjanji akan segera mencari solusi bagi ratusan anak dari Bukittinggi yang belum diterima di SMA manapun.
Sebagai langkah awal, Ramlan menyebutkan bahwa SMA Negeri 4 Bukittinggi masih memiliki daya tampung. Untuk mengatasi kendala jarak, Pemko Bukittinggi siap memfasilitasi siswa melalui Program Transportasi Gratis Pelajar.
“Kami akan bantu melalui program transportasi gratis agar anak-anak tetap bisa melanjutkan pendidikan,” katanya.
Terkait penggembokan SMAN 5 yang masih berlangsung, Ramlan menyampaikan akan segera berkoordinasi dengan warga, tokoh adat, serta DPRD.
“Kami akan bicarakan dengan Ninik Mamak dan Parik Paga Nagari untuk mencari solusi yang terbaik,” ucapnya.
Ramlan juga menegaskan bahwa Pemko Bukittinggi sebelumnya telah mengajukan permintaan agar pengelolaan sekolah tingkat SMA dikembalikan ke pemerintah kota, namun terbentur aturan undang-undang yang menetapkan kewenangan di tingkat provinsi.
“Saya sudah pernah protes, agar Pemko bisa mengelola sendiri sekolah tingkat SMA,” tambahnya.
Sebelumnya, penggembokan dilakukan oleh Parik Paga Nagari Kurai Limo Jorong sebagai bentuk protes terhadap tidak diterimanya puluhan siswa di SMAN 5 Bukittinggi. Hasanuddin Sutan Rajo Bujang, tokoh masyarakat setempat, menyebut setidaknya 35 calon siswa dari zona sekitar sekolah tidak diterima.
“Kami hanya meminta hak didik anak kemenakan kami sesuai dengan Permendikbud. Dari sekitar SMAN 5 saja, ada 8 anak yang tidak diterima, dan dari wilayah Koto Selayan dan Garegeh total ada 35 orang,” ungkapnya.
Akibat aksi penggembokan ini, kegiatan belajar mengajar di SMAN 5 Bukittinggi terganggu karena guru dan siswa tidak bisa memasuki area sekolah.