“Tanah itu dimiliki oleh 8 atau 10 warga ketika itu. Waktu itu tim gabungan dari kabupaten, kecamatan, dan nagari berhasil membebaskan tanah tersebut dari warga dengan ganti rugi dari pemkab. Kini jika ada yang menggarap tanpa izin, itu bentuk ketidakpatuhan terhadap sejarah pengelolaan aset tersebut,” tutur Amran.
Amran mengatakan bahwa tanah tersebut tidak jadi digunakan oleh Pemkab Pesisir Selatan sehingga menganggur. Pada 2017, kata Amran, tanah itu dikelola oleh warga dengan izin resmi dari pemkab.
“Sejak 2020 hingga kini tanah itu menganggur lagi,” ujarnya.
Amran mendesak Pemkab Pesisir Selatan untuk meninjau ulang pengelolaan tanah tersebut. Menurutnya, aset pemkab harus dikelola secara transparan dan professional sehingga dapat menghasilkan pendapatan asli daerah dan memberdayakan masyarakat, bukan untuk digarap sekelompok orang.
Kepala Bidang Barang Milik Daerah pada Badan Pengelolaan Keuangan, Pendapatan, dan Aset Daerah Pesisir Selatan, Nesvita Zikra, mengakui bahwa tanah tersebut merupakan aset Pemkab Pesisir Selatan sejak 2001. Ia menyebut bawah sertifikat hak pakai atas nama Pemkab Pesisir Selatan terbit pada 2007.
“Pencatatan tanah itu berada pada Kartu Inventaris Barang Dinas Pertanian. Sejauh ini kami belum mendapatkan laporan dari Dinas Pertanian tentang pihak ketiga yang memanfaatkan tanah tersebut,” ucapnya.
Sekretaris Daerah Pemkab Pesisir Selatan, Mawardi Roska, mengatakan bahwa ia tidak mendapatkan surat peminjaman tanah tersebut.
“Itu tanah Dinas Pertanian. Tanyakan kepada Kepala Dinas Pertanian,” ucapnya.