Kabarminang – Tradisi budaya Tabuik kembali bergema di Kota Pariaman, Sumatera Barat, seiring digelarnya prosesi sakral Maambiak Tanah pada Jumat (27/6), bertepatan dengan 1 Muharram 1447 H. Prosesi ini menjadi pembuka rangkaian perayaan Tabuik, sebuah tradisi yang sarat nilai sejarah, spiritual, dan budaya.
Digelar menjelang waktu magrib, prosesi Maambiak Tanah dilaksanakan serentak di dua lokasi, yakni di perbatasan wilayah Tabuik Pasa dan Tabuik Subarang. Kedua kelompok adat mengambil segumpal tanah dari aliran sungai menggunakan kain putih, lalu mengaraknya menuju rumah Tabuik masing-masing. Ritual ini diyakini sebagai perlambang pengambilan jasad cucu Nabi Muhammad SAW, Hasan dan Husein, yang gugur di Padang Karbala.
“Maambiak Tanah adalah prosesi awal yang sangat sakral. Ini melambangkan pengambilan jasad para syuhada Karbala,” ujar Eki Rafki, Tuo Tabuik Subarang, usai prosesi.
Menurut Eki, waktu pelaksanaan yang dipilih menjelang malam bukan tanpa alasan. Selain memunculkan nuansa hening dan khidmat, momen tersebut dipercaya lebih dekat secara spiritual dengan makna perjuangan dan pengorbanan dalam peristiwa Karbala.
“Suasana menjelang malam menciptakan nuansa hening dan khidmat, seakan kami sedang menyambut arwah para syuhada,” imbuhnya.
Arak-arakan tanah diiringi tabuhan gandang tasa dan tambua, instrumen musik tradisional khas Minangkabau yang menggelegar di tengah senja. Irama ritmis ini tidak hanya memeriahkan prosesi, tetapi juga membangkitkan semangat kolektif masyarakat yang memadati lokasi sejak sore.
Warga tampak antusias. Banyak yang berdiri di pinggir jalan, merekam jalannya arak-arakan dengan ponsel, bahkan ikut melantunkan selawat saat rombongan lewat.
“Maambiak Tanah bukan sekadar pembuka. Ini adalah jiwa dari seluruh prosesi Tabuik. Di sinilah kami mengikat makna duka dan perjuangan dari Karbala ke dalam ritual budaya kami,” tegas Eki Rafki.
Tradisi Tabuik di Pariaman akan terus berlangsung hingga 10 Muharram, dengan berbagai prosesi lanjutan seperti Manabang Batang Pisang, Maarak Jari-jari, hingga puncaknya Hoyak Tabuik, yang selalu menarik ribuan pengunjung dari dalam dan luar daerah.
Pemko Pariaman sendiri telah menyatakan kesiapan penuh menyambut wisatawan, sekaligus menjaga kelangsungan tradisi yang kini telah menjadi warisan budaya takbenda Indonesia tersebut.