Menurut Fajar, jika Nur Amira kembali dideportasi karene penegakan Undang-Undang Imigrasi. Tentu, Zahira akan hidup sebatang kara di Indonesia. Padahal, kata Fajar, anak-anak juga harus dilindungi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2022. Dampak lainnya, kata Fajar, status kewarganeraaan Zahira tentu ikut terkatung-katung karena kartu keluarganya telah diblokir Disdukcapil Payakumbuh.
“Kami minta Imigrasi melihat persoaan ini secara komperhensif. Yang tak kalah penting, kami meminta Disdukcapil Payakumbuh membuka blokir status kependudukan Zahira. Kalau ibunya dianggap sebagai warga negara Malaysia, Zahira ini kan sudah warga negara Indonesia yang tercatat dalam dokumen kependudukan sebagai warga Tambago, Koto Nan Gadang, Payakumbuh Utara. Seharusnya, status kewarganegaraan Zahira tak ikut diblokir,” tutur Fajar.
Saat ini, menurut Fajar, status kewarganegaraan Zahira ikut terkatung-katung. Jika Disdukcapil Payakumbuh atau Pemko Payakumbuh keberatan Zahira tercatat sebagai warga kota tersebut, kata Fajar, seharusnya dokumen kependudukan atas nama Zahira dipindahkan atau dimutasikan dari Kota Payakumbuh ke Limapuluh Kota. Dengan begitu, katanya, Pemkab Limapuluh Kota juga bisa membantu Zahira lewat program dan kebijakan daerah.
“Zahira ini kan warga negara Indonesia yang lahir di Payakumbuh. Pernah terdata sebagai warga Kota Payakumbuh. TK-nya di Padangkaduduak Payakumbuh. Kemudian, SD-nya di Batupayuang, Lareh Sago Halabn, dan SMP di Situjuah Limo Nagari,” ucap Fajar.
Di sisi lain, Sekretaris Nagari Situjuah Batua, Firdaus, mengatakan bahwa Pemerintah Nagari Situjuah Batua siap membantu proses mutasi kependudukan Zahira kalau ada dokumen mutasi kependudukan dari Kota Payakumbuh.
“Kalau sekarang, Zahira ini ikut terkatung-katung statusnya. Tinggal di Nagari Situjuah Batua, tapi dokumen kependudukanya, terakhir kali di Kota Payakumbuh. Itupun kabarnya sudah diblokir. Kalau ada dokumen mutasi penduduk, tentu bisa kita bantu, karena Zahira ini kan sudah jelas warga Negara Indonesia,” tutur Firdaus.
Sebagai informasi, Zahira lahir di Payakumbuh pada 6 Oktober 2010. Ibunya, Nur Amira, belakangan diketahui berdarah Singapura—Malaysia. Sementara itu, ayahnya Syafri, berasal dari Nankodok, Koto Nan Godang, Payakumbuh Utara. Syafri dan Nur Amira berpisah sejak 2015 berdasarkan Akta Cerai yang diterbitkan Pengadilan Agama Payakumbuh.
Sejak ayah dan ibunya berpisah, Zahira ikut dengan ibunya. Zahira pernah belajar di TK Baitul Rahman Padang Kaduduak, Payakumbuh. Setelah itu, bersekolah enam tahun di SD 01 Batu Payuang, Lareh Sago Halaban. Ia tinggal dengan ibunya, yang bekerja di pabrik kertas telur.