Kabarminang – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan mengumumkan rencana penyesuaian tarif iuran BPJS Kesehatan yang akan mulai diberlakukan secara bertahap pada tahun 2026. Rencana ini tertuang dalam Buku II Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa kenaikan tarif iuran diperlukan untuk menjaga keberlanjutan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), sekaligus memperluas cakupan penerima bantuan iuran (PBI).
“Sustainability dari jaminan kesehatan nasional akan sangat tergantung pada berapa manfaat yang diberikan untuk kepesertaan. Kalau manfaatnya makin banyak biayanya semakin besar,” ujar Sri Mulyani dalam Rapat Kerja bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Kamis (21/8), seperti dikutip dari Antara.
Ia menegaskan bahwa penyesuaian tarif akan dilakukan secara hati-hati, dengan mempertimbangkan daya beli masyarakat dan kondisi fiskal negara. Skema pembiayaan juga akan disusun secara komprehensif agar tetap seimbang antara kontribusi peserta, pemerintah pusat, dan pemerintah daerah.
Dalam penjelasannya, Sri Mulyani menyebutkan bahwa peserta mandiri masih membayar iuran sebesar Rp35.000, padahal seharusnya Rp42.000 hingga Rp43.000.
“Makanya kami memberikan subsidi sebagian dari yang mandiri. Mandiri itu masih Rp35 ribu kalau tidak salah, harusnya Rp43 ribu. Jadi, Rp 7 ribunya itu dibayar oleh pemerintah, terutama untuk Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU),” ujar Sri Mulyani.
Meski belum merinci besaran kenaikan yang akan diterapkan, Sri Mulyani menyatakan bahwa pembahasan lebih lanjut akan melibatkan Kementerian Kesehatan, BPJS Kesehatan, serta DPR RI.
RAPBN 2026 sendiri mencatat alokasi anggaran untuk sektor kesehatan sebesar Rp244 triliun. Dari jumlah tersebut, sekitar Rp123,2 triliun dialokasikan untuk layanan kesehatan masyarakat, termasuk bantuan iuran jaminan kesehatan bagi 96,8 juta jiwa peserta PBI dan iuran PBPU/Bukan Pekerja (BP) untuk 49,6 juta jiwa, dengan total anggaran sebesar Rp69 triliun.