Kabarminang – Sirine meraung-raung memecah kesunyian pagi di SMP Negeri 25 Padang, Rabu (5/11/2025). Suaranya panjang dan menegangkan. Para siswa dan guru berhamburan keluar dari ruang kelas, sebagian berjongkok di lapangan, melindungi kepala dari kemungkinan reruntuhan.
“Tenang… jangan panik! Arahkan ke lapangan!” suara Wakil Wali Kota Padang Maigus Nasir terdengar memberi aba-aba di tengah kepanikan. Wawako ikut keluar bersama warga sekitar yang mulai berdatangan, memastikan semua mengikuti jalur evakuasi dengan tertib.
Beberapa saat kemudian, guncangan dinyatakan reda. Namun belum usai napas lega dihembuskan, instruksi baru terdengar: “Naik ke shelter tsunami!”. Ratusan orang langsung bergegas menaiki tangga menuju lantai empat gedung sekolah yang menjadi tempat evakuasi.
Namun, langkah sebagian warga tersendat. Seorang perempuan paruh baya tampak kesulitan menaiki anak tangga dengan tongkat di tangannya. Melihat hal itu, Maigus Nasir spontan turun tangan. Ia menuntun perempuan tersebut dengan sabar, memastikan sang warga sampai ke lantai empat dengan selamat.
“Pelan-pelan, Bu. Masih aman, jangan khawatir,” ujar Wawako sembari memegangi tangannya hingga tiba di puncak shelter.
Di lantai empat, suasana perlahan kembali tenang. Para siswa, guru, dan warga yang sudah tiba beristirahat, sebagian masih tampak cemas. Di hadapan mereka, Maigus Nasir kemudian menenangkan.
“Kalau gempa benar-benar terjadi, langkah pertama adalah mencari tempat aman. Kalau di lantai dasar, segera keluar ke titik kumpul. Kalau di lantai atas, berlindung di bawah meja kokoh,” katanya.
Namun suasana mencekam itu ternyata bukan bencana sungguhan. Semua hanyalah simulasi gempa dan tsunami yang digelar serentak oleh Pemerintah Kota Padang sebagai bagian dari Program Unggulan Padang Sigap.
“Simulasi ini untuk melatih kesiapsiagaan warga menghadapi bencana. Jangan sampai kita panik atau salah langkah kalau gempa sungguhan terjadi,” ungkap Maigus.
Ia menambahkan, shelter tsunami di SMPN 25 Padang memang disiapkan tidak hanya untuk siswa dan guru, tetapi juga bagi warga sekitar.
“Jangan mencari kendaraan, cari shelter terdekat. Itu yang paling penting,” tegasnya.
Menurut Maigus, antusiasme masyarakat mengikuti kegiatan ini cukup tinggi karena banyak warga masih mengingat jelas peristiwa gempa besar tahun 2009 silam.
“Kesiapsiagaan harus jadi budaya. Kita tidak tahu kapan bencana datang, tapi kita bisa siapkan diri sejak sekarang,” pungkasnya.
















