“Kalau saya mau bicara terus terang, saya menilai Payakumbuh sudah masuk darurat seks bebas dan prostitusi. Tapi karena ini menyangkut citra kampung halaman kita, saya sampaikan dengan hati-hati. Jangan sampai Payakumbuh distigma buruk oleh luar,” tuturnya.
Dewi menyebut sejumlah kafe dan tempat tongkrongan yang buka hingga pagi hari menjadi salah satu faktor pendukung maraknya praktik menyimpang tersebut.
“Kafe yang buka sampai pagi banyak, anak-anak di bawah umur pun sering terlihat nongkrong. Pertanyaannya, dari mana mereka mendapatkan uang untuk nongkrong terus-menerus?” ucapnya.
Satpol PP ajak seluruh elemen warga terlibat aktif
Dewi mengatakan bahwa Satgas Penegakan Perda berencana menggandeng Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan berbagai pemangku kepentingan lainnya, termasuk perangkat adat dan masyarakat umum. Pihaknya melakukan hal itu agar penanganan masalah sosial ini bisa dilakukan secara komprehensif dan berkelanjutan.
“Kami tidak bisa bekerja sendiri. Ini soal masa depan generasi muda dan wajah kota Payakumbuh. Perlu ada sinergi lintas sektor, termasuk tokoh agama, perangkat adat, dan masyarakat sipil,” katanya.
Ia juga mengimbau kepada masyarakat untuk tidak ragu melapor apabila mengetahui adanya aktivitas yang mencurigakan atau dugaan pelanggaran sosial dan hukum.
“Kami sangat terbuka terhadap laporan masyarakat. Semua masukan akan kami tindaklanjuti sesuai prosedur. Ini bukan hanya tanggung jawab Satpol PP, tapi tanggung jawab bersama,” tutur Dewi.