Kabarminang – Keputusan pihak kepolisian yang melepaskan seorang tersangka kasus pencabulan di Padang Pariaman dengan alasan dinilai koperatif menuai sorotan dan kritik tajam dari berbagai pihak, termasuk praktisi hukum.
Seorang pengamat hukum di Pariaman, Alwis Ilyas menyatakan bahwa tindakan tersebut mencederai prinsip kepastian hukum dan keadilan.
Ia menilai bahwa alasan seperti “alat vital tidak berfungsi” tidak dapat dijadikan dasar utama untuk mengabaikan proses hukum.
“Kalau hanya karena alasan alat vital tidak hidup, ini seolah-olah menutup mata terhadap kepastian hukum dan keadilan. Menurut hukum acara pidana, keterangan tersangka bukan merupakan bukti utama dalam perkara pidana,” ujarnya.
Ia menambahkan, selama terdapat keterangan saksi dan bukti-bukti lain yang saling mendukung dan memiliki keterkaitan satu sama lain, maka perkara tersebut secara hukum sudah sangat layak untuk diproses lebih lanjut.
Pelepasan tersangka tanpa proses hukum yang tuntas dikhawatirkan akan menciptakan preseden buruk dalam penanganan kasus kekerasan seksual di Indonesia.
Diberitakan sebelumnya, Samsul (56), paman dari seorang remaja berkebutuhan khusus yang diduga menjadi korban kekerasan seksual, mengungkapkan kekecewaannya setelah terlapor yang juga mantan Kepala Desa Tapakih Selatan, SA alias BY, dilepaskan hanya dua jam setelah dijemput polisi.
“Jam 6 sore tanggal 2 Maret 2025 dia dijemput polisi. Tapi jam 8 malam dilepas lagi. Polisi bilang pelaku tidak mengakui perbuatannya dan katanya alat kelamin pelaku tidak hidup,” ujar Samsul saat ditemui di rumah korban di Korong Lubuak Aro, Nagari Tapakih, Kecamatan Ulakan Tapakih, Kabupaten Padang Pariaman.