Kabarminang — DPRD Pesisir Selatan mengadakan rapat pembahasan Ranperda tentang Perubahan APBD Tahun 2025 antara Badan Anggaran DPRD dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah dan Perangkat Daerah di Hotel Truntum Padang pada 28—30 Agustus 2025. Sebanyak 25 anggota DPRD dan beberapa pegawai Sekretariat DPRD setempat menginap di hotel itu salam dua malam.
Kegiatan itu menuai kritik dari warganet (netizen). Di akun Facebook Sumbarkita.id, warganet mengomentari berita berjudul “Di Tengah Efisiensi Anggaran, DPRD Pesisir Selatan Rapat di Hotel Bintang 4 di Padang”. Sebagai contoh, akun @Sudirman Dtmarajonankuniang berkomentar, “Ini penyebab rakyat benci. Gedung pemerintah dibuat untuk apa aula dan pasilitas cukup. Kenapa harus dibawa ke hotel. Jelas habis anggaran yg besar belum lagi uang tip untuk pemboking hotel.” Akun @Amborsius Jimitario Turnip berkomentar, “Apa guna nya gedung dprd kalau pejabat/anggota dewan nya rapat di hotel berbintang.” Akun @NaBil AbiManyu berkomentar, “Rapat terselubung kali… fasilitas2 kantor,segala gedung aula juga kan ada disana,ngpain harus ke hotel..???? Sama2 bicara,diskusi,dan makan Snack juga kan..???”. Namun, ada juga warganet yang membela kegiatan itu, salah satunya akun @Jeremi Verdi: “Rapat anggaran itu maraton pak buk.. Mmg btuh konsentrasi.. Biaso tu slsai lwat tgh malam krn deadlock… Dan hasil nya bs dirasakan smpe thun dpan… Nyo memanusiakan mnusia se nyo. Ndk ado niat lain2 … Kl misal ga nginap.. Plg jam 2 subuah ka prbatasan tapan nin.. Jauh juo.”
Pengamat politik dari Universitas Andalas, Asrinaldi, menyayangkan DPRD Pesisir Selatan menggelar rapat sekaligus menginap di hotel berbintang empat di luar daerah seperti Hotel Truntum. Menurut guru besar Jurusan Ilmu Politik itu, DPRD Pesisir Selatan tidak sensitif terhadap kondisi negara dan situasi kemarahan masyarakat terhadap DPR/DPRD yang dinilai menghamburkan uang rakyat di tengah efisiensi anggaran.
“Dari segi aturan memang tidak aturan yang dilanggar oleh DPRD rapat di hotel di luar daerahnya. Tapi, DPRD Pesisir Selatan tidak sensitif terhadap keresahan masyarakat. Seharusnya, DPRD Pesisir Selatan sensitif terhadap hal itu,” ujar Asrinaldi kepada Kabarminang.com pada Senin (1/9).
Asrinaldi mempertanyakan urgensi DPRD Pesisir Selatan mengadakan rapat di hotel di luar daerah dan mengapa DPRD Pesisir Selatan tidak menggunakan ruang rapat di DPRD setempat. Meski begitu, kata Asrinaldi, DPRD tidak bisa pula disalahkan atas hal tersebut kalau ada alasan yang mendukung kelancaran rapat di hotel di luar daerah.
“Kenapa rapatnya tidak adakan di hotel di Pesisir Selatan? Kalau rapatnya di Pesisir Selatan, hal itu bisa menambah pendapatan asli daerah melalui pajak hotel,” ucap Asrinaldi.
Hal senada dengan itu disampaikan oleh dosen Jurusan Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, M. Nurul Fajri. Ia mengatakan bahwa rapat dan menginap di hotel di luar daerah merupakan kegiatan tidak ideal yang dilakukan di tengah efisiensi anggaran karena kegiatan itu memakan biaya besar. Ia menilai bahwa DPRD Pesisir Selatan memiliki kepekaan yang rendah terhadap situasi saat ini, ketika masyarakat marah kepada DPR/DPRD.
Selain itu, Fajri mengatakan bahwa seharusnya rapat pembahasan APBD dilakukan di dalam daerah agar dekat dengan masyarakat karena rapat pembahasan tersebut seharusnya melibatkan partisipasi publik. Menurutnya, jika rapat yang seharusnya melibatkan partisipasi publik dilakukan di tempat yang jauh dari publik daerah tersebut, publik sulit berpartisipasi dalam rapat tersebut.