Kabarminang – Pemerintah Kota (Pemko) Payakumbuh bekerja sama dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menggelar sosialisasi bertajuk Pengadministrasian dan Pendaftaran Tanah Ulayat, di Aula Balai Kota Payakumbuh, Selasa (20/5).
Kegiatan ini merupakan bagian dari program strategis nasional dalam rangka mewujudkan keadilan agraria yang berkelanjutan, serta bentuk komitmen Pemko Payakumbuh untuk menyelesaikan persoalan pertanahan dan memperkuat hak-hak masyarakat hukum adat.
Wali Kota Payakumbuh, Zulmaeta, dalam sambutannya menyampaikan apresiasi atas dukungan nyata pemerintah pusat terhadap perlindungan aset tanah adat di daerah. Ia menyebutkan bahwa Kota Payakumbuh terdiri dari 5 kecamatan dan 47 kelurahan, mencakup 10 kenagarian. Saat ini tercatat 21 bidang tanah ulayat seluas 209 hektare tersebar di tujuh kenagarian.
“Ini adalah potensi besar yang harus kita kelola secara bijak dan berkelanjutan,” ujar Zulmaeta.
Lebih lanjut, ia menerangkan bahwa keberadaan tanah ulayat di Kota Payakumbuh telah diatur dalam Perda Nomor 25 Tahun 2016 tentang Pelestarian dan Pengembangan Adat di Nagari.
Pemerintah kota juga berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat.
“Keberadaan tanah ulayat ini merupakan potensi pembangunan kota yang sesuai dengan tujuan penataan ruang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah yaitu untuk mewujudkan Kota Payakumbuh yang maju, sejahtera, produktif dan berkelanjutan sebagai pusat pelayanan perdagangan dan jasa regional yang didukung pengembangan sentra industri dan pariwisata,” ungkapnya.
Ia juga menyampaikan bahwa tanah ulayat telah dimanfaatkan untuk pembangunan strategis seperti Pasar dan Gelanggang Pacuan Kuda. Pendaftaran tanah ulayat diharapkan dapat memberikan manfaat lebih luas bagi pembangunan kota secara keseluruhan.
Zulmaeta menambahkan, Pemko Payakumbuh mendukung penuh kegiatan ini dan berharap peran aktif BPN juga dalam pendaftaran aset milik pemerintah kota serta tanah masyarakat. Ia juga menyinggung pentingnya percepatan revisi Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) 2025–2045 agar pemanfaatan tanah dapat selaras dengan tata ruang kota.
Sementara itu, Wakil Menteri ATR/BPN RI, Ossy Dermawan, yang juga putra asli Minangkabau, menyampaikan rasa bangga bisa hadir di tanah leluhurnya. Ia menekankan bahwa pelibatan masyarakat adat adalah kunci dalam pendaftaran tanah ulayat.
“Kami hadir di Kota Payakumbuh bukan sekadar menjalankan program, tapi membawa niat baik dan komitmen kuat. Presiden Prabowo Subianto memberikan perhatian khusus terhadap pengelolaan tanah dan tata ruang yang adil dan berkelanjutan. Karena itu, Kementerian ATR/BPN menempatkan pendaftaran tanah ulayat sebagai prioritas,” ujarnya.
Sosialisasi ini merupakan bagian dari program yang akan berlangsung di 19 kota/kabupaten se-Sumatera Barat, mulai 28 April hingga 23 Juni 2025. Program ini meliputi tahapan inventarisasi, pengukuran, pencatatan, dan pendaftaran.
Ossy menegaskan bahwa pendaftaran tanah ulayat akan difasilitasi penuh oleh pemerintah berdasarkan tiga prinsip utama:
1. Tanah Ulayat Bukan Milik Negara, negara hadir untuk melindungi.
2. Sinergi Adat, Syariat, dan Negara, sejalan dengan prinsip “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah”.
3. Pendaftaran adalah Hak, Bukan Kewajiban, inisiatif tetap berada di tangan masyarakat adat
Setelah tanah ulayat terdaftar dan harapannya tersertipikat, tanah ulayat tersebut dapat pula berdaya ekonomi dan produktif. Semua itu tentu atas keinginan dari masyarakat adat.
Salah satu bentuk pemanfaatannya adalah melalui skema Hak Pengelolaan (HPL) dapat memberi manfaat ekonomi dan sosial bagi masyarakat adat itu sendiri.
Ia menambahkan bahwa dari total 126 juta bidang tanah di Indonesia, saat ini hampir 122 juta telah terdaftar. Pendaftaran tanah ulayat diyakini akan memperkuat perlindungan hukum bagi tanah adat yang kerap menjadi sumber sengketa dan pengambilalihan sepihak.
Menutup sambutannya, Ossy mengajak jajaran BPN untuk membangun kepercayaan dengan masyarakat adat melalui keterbukaan dan dialog.
“Yang kita perjuangkan bukan sekadar administrasi, tapi keadilan dan masa depan masyarakat adat,” tegasnya.
Acara sosialisasi ini secara resmi dibuka oleh Wali Kota Payakumbuh dan turut dihadiri Forkopimda, Sekretaris Daerah, kepala OPD, tokoh adat seperti LKAAM dan KAN, serta para camat dan lurah se-Kota Payakumbuh.