“Saya merasa sangat kehilangan. Kuda ini adalah simbol kejayaan Bukittinggi di dunia pacuan kuda. Ia sudah membawa nama baik kota ini melalui keturunan-keturunannya yang berprestasi,” ujar Djufri dengan nada haru.
Senada dengan itu, Oskar Mentoih, salah satu peternak kuda ternama di Bukittinggi, menyebut Fort De Kock sebagai salah satu pejantan paling berharga yang pernah dimiliki kota tersebut. Ia memperkirakan nilai ekonomis kuda tersebut saat ini bisa mencapai Rp2,5 miliar.
“Kematian Fort De Kock jadi kehilangan besar. Semoga Pemko Bukittinggi segera mendatangkan bibit pejantan baru untuk melanjutkan warisan prestasi yang telah ditorehkannya,” tutup Oskar.
Pemerintah Kota Bukittinggi hingga kini terus mendorong sektor peternakan dan pengembangan kuda pacu sebagai bagian dari warisan budaya dan potensi ekonomi daerah.