Kabarminang.com – Pemerintah Kota (Pemko) Bukittinggi berduka atas wafatnya Fort De Kock, seekor kuda pejantan unggulan yang selama ini menjadi aset penting dalam pengembangan kuda pacu. Kuda legendaris asal Australia itu menghembuskan napas terakhirnya pada Kamis (10/7) sekitar pukul 11.30 WIB di UPTD Puskeswan, Jalan Pandan Banyak, Bukittinggi.
Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kota Bukittinggi, Hendry menyampaikan bahwa Fort De Kock dibeli oleh Pemko pada tahun 2008 dengan nilai mencapai Rp800 juta saat masa kepemimpinan Wali Kota Djufri.
Selama hidupnya, kuda ini telah menjadi andalan dalam program pembibitan kuda pacu dan memberikan kontribusi besar bagi para peternak serta kusir bendi di wilayah tersebut.
“Selama dua pekan terakhir, Fort De Kock menunjukkan gejala demam dan pembengkakan di bagian kaki. Pagi tadi sempat reaktif dan tiba-tiba terjatuh. Meskipun telah diberikan perawatan intensif, termasuk infus, nyawanya tidak tertolong,” ujar Hendry yang dilansir melalui keterangan resmi pada Minggu (13/7).
Meski belum ada kepastian mengenai penyebab kematiannya, pihak dinas telah mengambil sejumlah sampel organ untuk dilakukan uji laboratorium. Proses penguburan bangkai kuda dilakukan di area belakang Puskeswan, tempat hewan ternak milik pemerintah biasanya dirawat dan ditangani.
Fort De Kock, yang memiliki tinggi mencapai 170 cm, dikenal luas di kalangan pecinta kuda pacu di Sumatera Barat dan nasional. Ia menghasilkan banyak keturunan unggulan yang sukses menjuarai berbagai ajang balap kuda, baik di tingkat regional maupun nasional.
“Kontribusinya luar biasa. Biaya menggunakan jasa pejantan Fort De Kock sangat terjangkau, mulai dari Rp700 ribu hingga Rp3 juta, jauh di bawah tarif pejantan swasta yang bisa mencapai Rp7 juta,” terang Hendry.
Kematian Fort De Kock pun mendapat perhatian khusus dari mantan Wali Kota Bukittinggi, Djufri, yang langsung mendatangi lokasi untuk menyampaikan rasa kehilangan.