Kabarminang – Pasaman terkendala kekurangan dana untuk melaksanakan pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada 2024. Pengamat politik Universitas Andalas, Prof. Asrinaldi, menilai bahwa ketidaktersediaan dana itu dapat merugikan masyarakat kabupaten tersebut sehingga perlu segera diatasi melalui intervensi pemerintah pusat.
Asrinaldi mengatakan bahwa kebutuhan dana untuk melakukan PSU di Pasaman mencapai Rp13,4 miliar. Ia menyebut bahwa dana yang tersedia hanya Rp1,2 miliar dari sisa naskah perjanjian hibah daerah (NPHD) sehingga dana masih kurang Rp12,1 miliar.
“Anggaran daerah di Pasaman memang sangat terbatas karena mengandalkan pendapatan asli daerah yang kecil. Jika mengandalkan APBD saja, tentu sulit untuk menutupi kebutuhan PSU sebesar itu,” ujar Asrinaldi, Rabu (12/3).
Dalam konteks otonomi daerah, kata Asrinaldi, pemerintah pusat semestinya ikut campur tangan dalam menyelesaikan masalah itu.
“Karena ini menyangkut kepentingan politik dan pemerintahan daerah, seharusnya ada intervensi dari pemerintah pusat untuk membantu menutupi kekurangan anggaran tersebut,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua Divisi Perencanaan, Keuangan, Umum, Rumah Tangga, dan Logistik KPU RI, Yulianto Sudrajat, dalam rapat bersama Komisi II DPR RI, Kemendagri, Bawaslu, dan DKPP di Jakarta, menyatakan bahwa Pasaman menjadi salah satu dari dua daerah di Indonesia yang belum memiliki ketersediaan dana untuk PSU.
“Dari total 24 kabupaten/kota yang akan melaksanakan PSU sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK), hanya Kabupaten Pasaman dan Kabupaten Boven Digoel yang belum memiliki anggaran yang cukup,” ucap Yulianto
Yulianto mengatakan bahwa KPU RI telah menyiapkan sejumlah opsi untuk mengatasi kekurangan dana itu, termasuk berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan pemerintah pusat melalui Kemendagri.
“Jika pemerintah daerah tidak mampu menutupi kekurangan tersebut, maka kami akan meminta bantuan pemerintah pusat,” ucapnya.
Asrinaldi menekankan bahwa ketidaktersediaan anggaran itu mencerminkan lemahnya perencanaan keuangan daerah dan menunjukkan perlunya revisi kebijakan pendanaan dalam pelaksanaan pilkada.
“Jika masalah ini tidak segera diselesaikan, masyarakat Pasaman akan dirugikan karena proses demokrasi bisa terhambat dan kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah akan menurun,” tuturnya.