Kabarminang — Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang mengecam keras tindakan SMA Negeri 1 Sungai Geringging, Padang Pariaman, yang diduga mengeluarkan seorang siswi setelah ia melaporkan dugaan pelecehan seksual. Sementara itu, pelaku yang disebut sebagai tenaga kependidikan di sekolah tersebut hingga kini masih bebas tanpa sanksi hukum maupun administratif.
Penanggung Jawab Isu Gender dan Kelompok Rentan di LBH Padang, Anisa Hamda, menilai kejadian itu mencerminkan praktik reviktimisasi yang serius. Menurutnya, hal itu menjadi bukti kegagalan sistem pendidikan dalam memberikan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual.
“Korban justru dikeluarkan dari sekolah tanpa alasan yang jelas, padahal ia sedang berjuang mencari keadilan. Ini bukan hanya pengabaian terhadap hak anak, tapi bentuk kekerasan baru yang dilakukan oleh institusi yang seharusnya melindunginya,” ujar Anisa pada Rabu (14/5).
Anisa menyoroti bahwa peristiwa itu tidak bisa dipandang sebagai kasus terpisah, tetapi mencerminkan kegagalan sistemik dalam menangani kekerasan seksual di lingkungan pendidikan. Ia menegaskan bahwa berbagai regulasi nasional dan internasional telah mengatur perlindungan terhadap anak sebagai korban kekerasan seksual, namun penerapannya masih lemah.
“Undang-Undang Perlindungan Anak, Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, sampai Permendikbudristek tentang Penanganan Kekerasan di Sekolah semuanya memberi mandat jelas. Tapi, sekolah memilih bungkam dan negara abai,” kata Anisa.
Ia juga menyinggung pentingnya Konvensi Hak Anak (CRC) yang telah diratifikasi Indonesia pada 1990.
“Negara berkewajiban menempatkan kepentingan terbaik anak sebagai prioritas. Namun, dalam kasus ini, korban justru disingkirkan,” tuturnya.
LBH Padang, kata Anisa Hamda, mendesak semua institusi terkait untuk segera bertindak. Ia mengatakan bahwa Polres Pariaman harus membuka penyelidikan secara profesional, transparan, dan melindungi korban serta saksi. Ia juga meminta Dinas Pendidikan Padang Pariaman dan Dinas Pendidikan Sumbar untuk mengembalikan hak pendidikan korban, serta mengevaluasi dan memberikan sanksi terhadap pihak sekolah yang bertindak diskriminatif. Selain itu, ia meminta Kementerian PPPA untuk menyediakan pendampingan hukum dan psikososial, serta menjamin perlindungan penuh kepada korban.