Yos juga menegaskan, buruh tidak pernah dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Mereka hanya dijadikan angka di atas kertas untuk memperkuat posisi koperasi dalam mendapatkan kontrak dengan perusahaan pelayaran.
“Kalau koperasi kalah, buruhnya diperebutkan. Kalau menang, buruhnya dieksploitasi. Intinya, buruh tidak pernah benar-benar merdeka,” tambahnya.
Keputusan menerbitkan SPKU kepada lebih dari satu koperasi ia nilai sebagai bentuk penyalahgunaan kewenangan.
“Kalau KSOP melawan putusan pengadilan yang sudah inkrah, itu bisa masuk kategori abuse of power. Ini bahaya, karena pemerintah justru memperuncing konflik,” ujarnya.
Akibat konflik tersebut, ribuan buruh di Pelabuhan Teluk Bayur bekerja dalam ketidakpastian. Mereka tidak tahu koperasi mana yang benar-benar menjamin hak-haknya, sementara pengusaha tetap menjalankan bisnis dengan memanfaatkan situasi kabur.
“Seolah-olah buruh itu pion catur. Digunakan saat perlu, ditinggalkan saat tidak. Negara harus hadir melindungi buruh, bukan malah membiarkan mereka jadi korban tarik-menarik kepentingan,” imbuhnya.