Mereka bekerja menggunakan berbagai armada yang tersedia: dua unit mobil damkar, mobil tangki oranye dari BPBD, kendaraan operasional dari Brimob, Polres, dan KPHL, hingga ambulans PMI. Namun semua itu masih belum cukup. Pasokan air terbatas, sumber air kering, dan jaraknya cukup jauh dari titik api. Sementara peralatan pelindung diri juga tidak memadai untuk seluruh tim yang bekerja di lapangan.
Selama proses pemadaman, beberapa petugas mengalami kelelahan berat. Ada yang terjatuh di medan berbatu, ada pula yang mengalami sesak napas akibat paparan asap pekat. “Kami terus rotasi tim agar tidak kelelahan. Tapi ini pekerjaan yang sangat berat. Tidak hanya secara fisik, tapi juga mental,” ujar salah seorang petugas yang meminta namanya tidak disebut.
Kondisi ini diperparah oleh keterbatasan akses menuju lokasi. Beberapa bukit hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki selama satu hingga dua jam. Peralatan pun harus dipanggul secara manual. Ini memperlambat proses distribusi air dan logistik pendukung lainnya. Tak jarang, api yang telah dipadamkan kembali muncul di titik yang sama akibat bara yang masih tertinggal di bawah permukaan tanah.
Meskipun demikian, kerja sama lintas sektor terus diperkuat. BPBD rutin menggelar evaluasi harian bersama seluruh unsur yang terlibat. Pemutusan jalur sebaran api, penyuplai air ke armada pemadam, serta pengecekan berkala ke wilayah-wilayah terdampak masih menjadi prioritas utama.
“Setiap pagi kami mulai dengan evaluasi dan pengecekan ulang. Jika ada titik api yang aktif kembali, kami turunkan tim untuk menanganinya. Tidak ada kompromi soal keselamatan warga,” tegas Rahmadinol.
Warga di sekitar lokasi pun ikut bersiaga. Beberapa di antaranya secara sukarela membantu memadamkan api di wilayah dekat rumah mereka, sementara yang lain mengevakuasi barang-barang berharga ke tempat yang lebih aman. Ketegangan terasa di setiap sudut kampung, terutama ketika angin mulai membawa asap ke arah permukiman.
BPBD mengimbau masyarakat agar tidak membuka lahan dengan cara dibakar, mengingat kondisi sangat kering dan mudah memicu kebakaran besar. Masyarakat juga diharapkan melaporkan setiap titik api sekecil apapun agar bisa segera ditindaklanjuti sebelum meluas.
Hingga hari keenam tanggap darurat ini, belum ada laporan korban jiwa. Namun potensi kerugian ekologis dan dampak terhadap kesehatan masyarakat terus mengintai, terutama jika cuaca kering dan angin kencang masih bertahan dalam beberapa hari ke depan.
“Karhutla bukan hanya soal api dan asap, tapi soal bagaimana kita menjaga hutan dan keselamatan bersama. Kami berharap semua pihak terlibat dan peduli,” tutup Rahmadinol.