“Tanpa adanya penjelasan yang memadai, ketidakpuasan tenaga honorer bisa berujung pada ketidakpercayaan terhadap kebijakan pemerintah daerah. Kami sangat kecewa,” ujarnya.
Para tenaga honorer yang terdampak mendesak Pemko Pariaman untuk segera mencari solusi agar mereka tidak terus-menerus menjadi korban kebijakan yang berubah-ubah. Mereka berharap pemerintah tidak sekadar berpegang pada aturan tanpa mempertimbangkan keadilan bagi mereka yang telah lama mengabdi.
Sementara itu, Kepala BKSDM Kota Pariaman, Irmadawani, membeberkan bahwa proses seleksi PPPK di Kota Pariaman memasuki tahap kedua dengan menyesuaikan aturan dari pemerintah pusat.
“Berbeda dengan seleksi pertama yang kewenangannya berada di bawah Pj. Wali Kota Pariaman, Roberia, tahap ini mengikuti ketentuan nasional yang mengatur kriteria kelulusan. Selama lebih satu tahun kami pun tidak dilibatkan bahkan akun calon peserta diblokir,” ucap Irmadawani.
Ia menjelaskan bahwa pada seleksi pertama, kriteria kelulusan yang diterapkan disebut-sebut tidak sepenuhnya sesuai dengan aturan dari Badan Kepegawaian Negara (BKN). Namun, dalam seleksi tahap kedua ini, Pemko Pariaman memastikan bahwa proses seleksi dilakukan sesuai dengan regulasi pusat.
“Salah satu aturan yang diterapkan adalah tenaga kebersihan, keamanan, sopir dan sejenisnya tidak dapat diangkat sebagai PPPK. Jika pemaksaan dilakukan untuk mengangkat mereka, maka akan berpotensi menimbulkan dampak hukum bagi pihak yang bertanggung jawab,” tuturnya.
Dengan penyesuaian itu, Pemko Pariaman menegaskan bahwa seleksi tahap kedua lebih transparan dan sesuai dengan regulasi yang telah ditetapkan secara nasional.