kabarminang – Ribuan mahasiswa dari berbagai kampus di Sumatera Barat (Sumbar) mengepung Gedung DPRD Sumbar dalam aksi bertajuk “Seruan Indonesia (C)emas, Sumbar Melawan” pada Senin (1/9/2025). Massa aksi memberikan ultimatum keras kepada 14 anggota DPR RI asal Sumbar untuk menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada publik dalam waktu 1 x 24 jam. Mereka menilai para wakil rakyat gagal menjalankan fungsi representasi, lebih mementingkan kepentingan elit politik, dan abai terhadap aspirasi masyarakat.
Aksi yang digelar oleh Aliansi BEM SI Sumbar bersama Cipayung Plus itu diikuti oleh ribuan demonstran dari berbagai elemen, termasuk organisasi kepemudaan, komunitas pengemudi ojek online (ojol), dan masyarakat umum. Koordinator Cipayung Plus Sumbar, Taufiqul Hakim, menyebut aksi itu sebagai seruan moral dan politik bagi para pemangku kebijakan. Ia menegaskan bahwa mahasiswa menuntut para anggota DPR RI asal Sumbar untuk berbenah diri dan lebih lantang menyuarakan aspirasi masyarakat.
“Jika dalam kurun waktu 1×24 jam tidak ada permintaan maaf terbuka dari 14 anggota DPR RI dapil Sumbar, mahasiswa memastikan aksi akan berlanjut dengan massa yang lebih besar dan eskalasi yang meningkat,” tutur Taufiqul.
Taufiqul juga menekankan bahwa desakan mahasiswa bukan hanya soal permintaan maaf, melainkan juga soal keberanian wakil rakyat dalam memperjuangkan kepentingan Sumbar. Mahasiswa mendorong DPR RI untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset dalam kurun waktu 30 hari, mendesak Kapolri untuk mengusut tuntas kematian Affan Kurniawan, pengemudi ojol yang tewas terlindas mobil rantis Brimob dalam demonstrasi di Jakarta, serta meminta Presiden RI segera mereformasi institusi Polri secara menyeluruh. Selain itu, mahasiswa menyoroti perlunya penegakan aturan tata ruang dan penertiban bangunan liar yang menggunakan fasilitas umum dan sosial.
Koordinator Isu Hukum dan HAM BEM SI Sumbar, Dedi Irwansyah, menegaskan bahwa aksi itu bukan sekadar protes, melainkan bentuk perlawanan terhadap kondisi demokrasi yang makin tergerus. Menurutnya, DPR dan pemerintah saat ini justru menjauh dari prinsip-prinsip demokrasi yang seharusnya mereka jaga. Kebijakan yang diambil, kata Dedi, sering kali lebih menguntungkan kelompok elit ketimbang melindungi kepentingan rakyat. Ia juga menyoroti program Makan Bergizi Gratis (MBG) senilai Rp171 triliun yang dinilai gagal mencapai tujuannya. Program itu, menurut Dedi, penuh persoalan mulai dari distribusi makanan tak layak, potensi korupsi, hingga pengabaian sektor pendidikan.
Dedi menjelaskan bahwa pemerintah daerah telah menghabiskan ratusan triliun Rupiah untuk program yang belum jelas dampaknya, sementara pendidikan justru dibiarkan kekurangan anggaran. Ia menilai hal itu sebagai bentuk salah kelola yang mencederai amanat konstitusi. Karena itu, BEM SI Sumbar mendesak pemerintah dan DPR untuk melakukan realokasi anggaran MBG sebesar Rp100 triliun untuk peningkatan fasilitas pendidikan dan kesejahteraan guru.
Selain masalah MBG, Dedi mengecam kebijakan DPR yang dinilai semakin jauh dari kepentingan rakyat. Ia menyoroti pemberian tunjangan rumah Rp50 juta per bulan dan tunjangan kehormatan kepada anggota dewan yang dianggap tidak memiliki urgensi, terutama di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang kian sulit. Dedi juga memperingatkan bahaya pembahasan Rancangan Undang-Undang TNI dan Rancangan Undang-Undang Polri. Menurutnya, RUU TNI membuka peluang kembalinya dwifungsi militer, sementara RUU Polri berpotensi menjadikan kepolisian sebagai lembaga superbody dengan kewenangan yang nyaris tanpa batas.
BEM SI Sumbar juga mengecam tindakan represif aparat terhadap demonstran, termasuk tragedi meninggalnya Affan Kurniawan. Dedi menyebut insiden itu sebagai bukti nyata bahwa aparat gagal menjalankan fungsi perlindungan terhadap rakyat dan justru melakukan tindakan yang mencederai hak asasi manusia.