Kamis, September 18, 2025
kabarminang.com
  • Peristiwa
  • Hukum & Kriminal
  • Politik
  • Kabar Sumbar
  • Kabar Rantau
  • Ranah Minang
  • Kesehatan
  • Pendidikan
  • Ekonomi & Bisnis
No Result
View All Result
kabarminang.com
  • Peristiwa
  • Hukum & Kriminal
  • Politik
  • Kabar Sumbar
  • Kabar Rantau
  • Ranah Minang
  • Kesehatan
  • Pendidikan
  • Ekonomi & Bisnis
kabarminang.com
No Result
View All Result
  • Peristiwa
  • Hukum & Kriminal
  • Politik
  • Kabar Sumbar
  • Kabar Rantau
  • Ranah Minang
  • Kesehatan
  • Pendidikan
  • Ekonomi & Bisnis

Bendera One Piece Berkibar Jelang 17 Agustus, Dosen Unand: Ini Kritik terhadap Hukum Indonesia

Dharma Harisa
Sabtu, 2 Agustus 2025 18:49
in Kabar Sumbar
Dosen Komunikasi Politik FISIP Universitas Andalas, Muhammad Thaufan Arifuddin.

Dosen Komunikasi Politik FISIP Universitas Andalas, Muhammad Thaufan Arifuddin.


Kabarminang- Menjelang Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia pada 17 Agustus 2025, ruang digital publik diramaikan oleh bendera bajak laut dari serial anime Jepang One Piece yang dikibarkan di berbagai tempat.

Bendera inipun ada yang bersanding atau bahkan berada di bawah Sang Saka Merah Putih. Fenomena ini tidak hanya menyita perhatian netizen, tetapi juga memantik diskursus sosial-politik yang jauh lebih dalam.

Di berbagai sudut kota dan desa, bendera hitam bergambar tengkorak mengenakan topi jerami, simbol khas kru Topi Jerami pimpinan Monkey D. Luffy berkibar di pagar rumah, truk barang, motor pribadi, hingga tiang bendera. Simbol ini dikenal sebagai Jolly Roger dalam dunia One Piece, dan dalam narasi fiksi, ia menjadi lambang perlawanan terhadap tirani serta keberanian memperjuangkan kebebasan.

Namun, ketika bendera itu dikibarkan menjelang perayaan kemerdekaan Indonesia, konteks dan tafsir sosialnya meluas: apakah ini sekadar selebrasi budaya pop, atau sindiran terselubung terhadap realitas sosial-politik dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap negara, terutama dalam hal penegakan hukum?

Simbol Pop yang Sarat Pesan Politik

Dosen Komunikasi Politik FISIP Universitas Andalas, Muhammad Thaufan Arifuddin, menilai fenomena bendera One Piece sebagai bentuk civil disobedience dalam bahasa budaya populer. Ia menyebutkan, di tengah maraknya ketidakpercayaan terhadap institusi hukum, simbol-simbol dari fiksi populer justru menjadi kanal ekspresi publik yang paling hidup.

“Simbol-simbol seperti Jolly Roger bukan sekadar gaya-gayaan. Ia telah menjadi bahasa diam rakyat yang kecewa. Masyarakat kita sudah terlalu sering menyaksikan penegakan hukum yang tidak berpihak, tidak transparan, dan tidak konsisten,” ujarnya kepada Sumbarkita Jumat, (02/08/2025).

Menurut Thaufan, kritik yang lahir lewat bendera bajak laut ini merupakan bentuk satire kolektif cara publik menyampaikan keresahan melalui simbol yang mereka pahami dan cintai. Ketika hukum kehilangan wibawa di mata rakyat, budaya populer akan mengambil alih peran sebagai medium komunikasi perlawanan.

“Fenomena ini bisa dibaca sebagai bentuk pengolok-olokan yang kreatif, elegan, namun menyentil. Sebuah sindiran kepada elit politik dan sistem hukum yang dianggap gagal menegakkan keadilan,” tegasnya.

Hukum yang Tak Hidup dalam Masyarakat

Lebih lanjut, Thaufan mengajak publik untuk menyoroti persoalan mendasar: hukum di Indonesia belum benar-benar hidup di tengah masyarakat. Konsep hukum sebagai pelindung rakyat justru kerap dirasakan sebagai alat represi yang berpihak kepada kekuasaan.

“Literasi hukum publik sangat minim. Konsep-konsep penting seperti mens rea dan actus reus hanya menjadi bahan perdebatan akademik, tanpa pernah benar-benar dijelaskan kepada masyarakat,” ujarnya.

Situasi ini diperburuk oleh kenyataan bahwa narasi hukum di Indonesia selama ini bersifat elitis. Hukum tampak menjadi milik pengacara, hakim, jaksa, dan elit universitas, sementara masyarakat awam justru disuruh “tahu hukum” tanpa pernah diajak memahami substansinya.

“Setiap orang diasumsikan tahu hukum, padahal budaya hukumnya sendiri tidak hadir dalam kehidupan mereka. Ini bukan hanya soal pengetahuan, tapi juga soal bagaimana negara memposisikan warganya dalam sistem hukum,” kata Thaufan.

Warisan Otoritarianisme dan Rule by Law

Menurutnya, akar persoalan ini dapat ditelusuri ke struktur dan budaya hukum yang diwariskan oleh kolonialisme dan diperkuat oleh rezim Orde Baru. Sistem hukum Indonesia, yang berakar pada civil law ala Prancis dan Belanda, cenderung kaku dan tidak membuka ruang inovasi hukum berbasis keadilan substantif.

“Inilah wajah postkolonialisme hukum kita. Meski telah 26 tahun pasca-Suharto, elit-elit oligarkis pewaris kekuasaan lama masih mengendalikan jalannya hukum dan politik. Ini menciptakan iklim hukum yang tidak independen dan tidak berpihak kepada keadilan rakyat,” ujarnya.

Thaufan mengingatkan bahwa demokrasi sejati hanya dapat hidup apabila didukung oleh rule of law yang kuat, yakni sistem hukum yang menjamin kesetaraan, kebebasan sipil, dan mekanisme akuntabilitas terhadap kekuasaan. Sebaliknya, apa yang terjadi di Indonesia kerap menunjukkan praktik rule by law, yakni hukum digunakan sebagai alat legitimasi kuasa oleh elit politik.

“Kita menyaksikan bagaimana hukum bisa berubah arah tergantung siapa yang sedang berkuasa. Penanganan kasus hukum menjadi alat politik. Ini yang menciptakan ketidakpercayaan publik,” ujarnya.

Fenomena Budaya Pop sebagai Cermin Disfungsi Sistem

Dalam pandangan Thaufan, masyarakat tidak diam. Mereka merespons, namun dengan cara yang berbeda. Media sosial dan budaya populer menjadi saluran alternatif untuk mengekspresikan ketidakpuasan.

“Dulu kritik disampaikan lewat demonstrasi, sekarang lewat meme dan bendera bajak laut. Ini bukan pelecehan terhadap negara, tapi ekspresi kegelisahan yang tidak menemukan kanal resmi,” ujarnya.

Ia menyebut fenomena ini sejalan dengan pendekatan socio-legal studies seperti dikemukakan oleh Cownie & Bradney (2013), di mana hukum seharusnya tumbuh dan berkembang dari masyarakat itu sendiri, bukan hanya melalui pengadilan dan regulasi formal.

Belajar dari Jepang: Hukum sebagai Bagian dari Peradaban

Thaufan menuturkan pengalamannya selama sembilan tahun tinggal di Jepang. Di sana, katanya, hukum menjadi bintang penunjuk arah kehidupan masyarakat. Ia bukan hanya soal hukuman, tetapi bagian dari kebudayaan: menjaga kebersihan, menghargai ruang pribadi, bahkan membentuk rasa malu.

“Di Jepang, hukum tidak hanya memenjarakan koruptor, tapi juga mendidik masyarakat. Hukum hadir di setiap level kehidupan, dan ditegakkan secara konsisten dan humanis,” katanya.

Di Indonesia, sebaliknya, ketidakkonsistenan dan bias hukum menyebabkan rakyat tidak respek terhadap aturan. Hal ini bahkan merambat ke hal-hal kecil, seperti melanggar lalu lintas atau membuang sampah sembarangan.

“Kita harus belajar bahwa hukum bukan semata pasal. Ia harus menjadi bagian dari kebiasaan kolektif yang didukung oleh institusi yang adil dan akuntabel,” tegas Thaufan.

Masa Depan Demokrasi di Persimpangan Jalan

Dalam konteks menuju Pemilu 2029, Thaufan memperingatkan bahwa kompleksitas politisasi hukum akan makin menjadi-jadi. Mulai dari syarat usia cawapres di MK 2024, kontroversi ijazah presiden, hingga penanganan hukum terhadap tokoh-tokoh politik yang sarat muatan kepentingan.

“Saat hukum dipermainkan oleh elit, masyarakat akan memainkannya juga. Maka jangan heran jika hari ini rakyat lebih percaya pada simbol fiksi ketimbang simbol negara,” katanya.

Namun ia tetap optimis. Menurutnya, perubahan mungkin terjadi jika masyarakat mengorganisir akal sehatnya, bukan hanya demi satu tokoh atau partai, tetapi demi masa depan hukum dan demokrasi itu sendiri.

“Perubahan tidak akan datang dari atas. Ia lahir dari bawah, dari kritik simbolik, dari satire, dari pengibaran bendera bajak laut yang menyentil hati nurani kita,” pungkas Thaufan.


Tags: Bendera Bajak Lautdosen UnandHUT RIOne Piece

Berita Terkait

Pemko Pariaman Terima Bantuan Traktor Rp600 Juta dari Mentan

Pemko Pariaman Terima Bantuan Traktor Rp600 Juta dari Mentan

18 September 2025
PBHI Sumbar Anggap Pembentukan Komisi Reformasi Polri Tak Sentuh Akar Masalah

PBHI Sumbar Anggap Pembentukan Komisi Reformasi Polri Tak Sentuh Akar Masalah

17 September 2025
Lansia Asal Solok Telantar di Jambi, Diduga Dibuang Anak Kandung

Lansia Asal Solok Telantar di Jambi, Diduga Dibuang Anak Kandung

17 September 2025
Ayah dan Anak Diserang Harimau di Solok Selatan, BKSDA Imbau Warga Waspada

Ayah dan Anak Diserang Harimau di Solok Selatan, BKSDA Imbau Warga Waspada

17 September 2025
Wali Kota Padang Terima Anugerah Lencana Jasa Pratama dari PMI

Wali Kota Padang Terima Anugerah Lencana Jasa Pratama dari PMI

17 September 2025
Dua Tersangka Kasus Pencabulan Pelajar di Pariaman Ditangkap, Satu Eks Anggota DPRD

Siswi SMP Korban Pemerkosaan Ayah Tiri di Solok Selatan Melahirkan, Ibu Cari Pengadopsi Bayi

17 September 2025
Next Post
Jembatan Putus Total, Warga Batang Kundur Pasaman Terpaksa Seberangi Sungai

Jembatan Putus Total, Warga Batang Kundur Pasaman Terpaksa Seberangi Sungai

Tinggalkan Komentar

TERPOPULER

BNNP Sumbar Sita 50 Kg Ganja di Pasaman dan 8 Kg Sabu-Sabu di Padang

BNNP Sumbar Sita 50 Kg Ganja di Pasaman dan 8 Kg Sabu-Sabu di Padang

12 September 2025

Viral! Mobil Rusak Diamuk Massa Usai Anak Teriaki Ayahnya “Maling”

Viral! Mobil Rusak Diamuk Massa Usai Anak Teriaki Ayahnya “Maling”

16 September 2025

8 Kg Sabu Disita, Tiga Kurir Ditangkap di Padang, Begini Modus Pelaku

8 Kg Sabu Disita, Tiga Kurir Ditangkap di Padang, Begini Modus Pelaku

13 September 2025

Polisi Tangkap 15 Pelaku Tambang Emas Ilegal di Pasaman, Satu Diduga Pemodal

Polisi Tangkap 15 Pelaku Tambang Emas Ilegal di Pasaman, Satu Diduga Pemodal

13 September 2025

Video: Warga Gerebek Sejoli Diduga Berbuat Asusila di Solok Selatan

Video: Warga Gerebek Sejoli Diduga Berbuat Asusila di Solok Selatan

14 September 2025

Video: Detik-Detik Warga Tangkap Pria Diduga Pencuri Peralatan Tower di Agam

Video: Detik-Detik Warga Tangkap Pria Diduga Pencuri Peralatan Tower di Agam

17 September 2025

Penulis Muda Asal Padang Pariaman, Rizky Utama, Luncurkan Buku Debut “Tidak Harus Tergesa-gesa”

Penulis Muda Asal Padang Pariaman, Rizky Utama, Luncurkan Buku Debut “Tidak Harus Tergesa-gesa”

16 September 2025

Informasi

  • Privacy Policy
  • Redaksi & Perusahaan
  • Pedoman Media Siber
  • Tentang Kami

Berita

  • Peristiwa
  • Hukum & Kriminal
  • Politik
  • Kesehatan
  • Pendidikan
  • Ekonomi & Bisnis
  • Ranah Minang
  • Kabar Sumbar
  • Kabar Rantau

© 2025 Kabarminang.com

  • Peristiwa
  • Hukum & Kriminal
  • Politik
  • Kesehatan
  • Pendidikan
  • Ekonomi & Bisnis
  • Ranah Minang
  • Kabar Sumbar
  • Kabar Rantau
  • Privacy Policy
  • Redaksi & Perusahaan
  • Pedoman Media Siber
  • Tentang Kami
No Result
View All Result
  • Home
  • Advertorial
  • Artikel & Opini
  • Bank Nagari
  • DPRD Sumatera Barat
  • Ekonomi & Bisnis
  • Gaya Hidup
  • Hukum & Kriminal
  • Internasional
  • Kesehatan
  • Nasional
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Pemilu
  • Pendidikan
  • Peristiwa
  • Ranah Minang
  • Pilkada
  • Politik
  • PT Semen Padang
  • Ramadhan
  • Tekno
  • Kabar Sumbar
  • Kabupaten Dharmasraya
  • Kabupaten Limapuluh Kota
  • Kabupaten Padang Pariaman
  • Kabupaten Pasaman Barat
  • Kabupaten Sijunjung
  • Kabupaten Solok
  • Kabupaten Solok Selatan
  • Kota Bukittinggi
  • Kota Padang
  • Kota Padang Panjang
  • Kota Pariaman
  • Kota Payakumbuh
  • Kota Solok
  • Kabar Rantau

© 2025 KabarMinang.com.