Penyisiran itu, kata Faisol, dilakukan bertahap, dimulai dari pinggiran sungai menuju timbunan material yang sebelumnya sulit diperkirakan keberadaan korban.
Faisol menjelaskan bahwa metode kerja K9 di lapangan mengandalkan kombinasi ketelitian anjing dan keahlian pawang. Anjing pelacak diberi ruang untuk mengidentifikasi aroma, lalu pawang mengarahkan pergerakan dengan pola zig-zag agar jejak tidak terputus.
“Mereka bergerak cepat, tapi tetap terukur. Begitu K9 menunjukkan reaksi, tim langsung melakukan marking lokasi,” tuturnya.
Setelah lokasi ditandai, kata Faisol, personel Brimob dan tim gabungan lainnya masuk untuk membuka akses dan melakukan penggalian dengan teknik penyelamatan.
“Poin-poin penanda dari K9 dianggap lebih akurat dibandingkan perkiraan manual karena anjing pelacak merespons keberadaan aroma secara langsung. Hal ini mempercepat waktu dan mengurangi risiko penggalian di titik yang tidak relevan,” ujar Faisol.
Di beberapa area, terutama Kayu Tanam, kata Faisol, tim menemukan tumpukan material setinggi dua hingga tiga meter. Dalam kondisi seperti itu, katanya, kemampuan K9 menjadi sangat esensial. Ia menyebut anjing pelacak bekerja memutari tumpukan dan menunjukkan perubahan perilaku jika menangkap aroma dari dalam.
“Tanpa K9, proses ini bisa memakan waktu berhari-hari karena kami harus menggali secara acak,” tuturnya.
















