Kini, hari-hari Huma diisi dengan harapan dan kecemasan. Ia sudah mendapat kursi di universitas, namun belum tahu dari mana biaya akan datang. Ia terus berdoa agar ada tangan-tangan dermawan yang tergerak, agar ada keajaiban yang datang, agar ia bisa melanjutkan hidup tanpa harus mengubur mimpi di usia muda.
Meski begitu, semangatnya tak pernah padam. Sebab baginya, pendidikan bukan sekadar gelar. Tapi jalan untuk membebaskan keluarganya dari lingkaran keterbatasan. Jalan untuk membalas semua peluh orang tuanya. Jalan untuk menunjukkan bahwa anak dari penjaga sekolah pun pantas bermimpi tinggi.
“Saya nggak akan menyerah. Kalau harus menunggu bantuan, saya akan tunggu. Kalau harus kerja sambil kuliah, saya siap. Asal jangan suruh saya berhenti bermimpi,” ujarnya, kali ini dengan senyum yang tipis, tapi penuh keyakinan.