Kabarminang – Enam penumpang boat penyeberangan yang terbalik di perairan Selat Sipora, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Senin (14/7/2025), berhasil menyelamatkan diri setelah berenang sejauh belasan mil laut selama hampir enam jam menuju daratan. Mereka berenang dalam kondisi laut bergelombang tinggi dan visibilitas rendah, tanpa melihat arah pantai yang hendak dituju.
Peristiwa ini terjadi saat boat yang mereka tumpangi dalam perjalanan dari Sikakap, Pulau Pagai Utara, menuju Tuapejat. Kapal tersebut membawa rombongan ASN dari sejumlah dinas di lingkungan Pemkab Mentawai, seorang anggota DPRD beserta dua anaknya, serta operator kapal dan kerabat lainnya.
Menurut Bupati Kepulauan Mentawai, Rinto Wardana, boat berangkat sekitar pukul 07.30 WIB. Ia sendiri ikut dalam rombongan lain menggunakan kapal operasional kepala daerah dan sempat berpapasan dengan boat nahas itu di sekitar Dusun Mangau’ngau, Desa Matobe, Kecamatan Sikakap.
“Saat kami berpapasan, mereka masih dalam keadaan baik. Tapi cuaca memang sudah gelap sejak pagi. Langit mendung, hujan, dan gelombang sudah mulai tinggi,” ungkap Rinto, Senin malam.
Setelah rombongan bupati tiba lebih dulu di Dusun Sao, Desa Bosua, Kecamatan Sipora Selatan, mereka sempat menunggu boat tersebut selama hampir satu jam. Namun kapal tidak kunjung tiba, hingga akhirnya diputuskan untuk melanjutkan perjalanan ke Dermaga Sioban dan melanjutkan perjalanan via darat menuju Tuapejat.
Dalam perjalanan darat itulah, Rinto menerima informasi mengejutkan. Seorang kepala dusun menyampaikan kabar bahwa enam orang dari rombongan boat telah ditemukan selamat setelah berenang ke pantai di kawasan yang dikenal sebagai perairan Sawang, antara Pagai Utara dan Sipora.
Berenang Tanpa Melihat Daratan, Bertahan dengan Kompas dan Kebersamaan
Menurut keterangan salah satu korban selamat yang berhasil dihubungi, para penumpang sempat berdiskusi saat boat mengalami masalah di tengah laut. Sebagian memutuskan untuk bertahan di kapal, sementara yang lain memilih berenang menuju daratan untuk mencari pertolongan.
“Mereka membagi tugas. Beberapa tetap di boat, sementara lainnya berenang. Dua orang operator kapal ikut berenang karena mereka membawa kompas untuk menentukan arah,” terang Rinto.