Kabarminang — Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Barat (Sumbar) menyoroti maraknya aktivitas penambangan emas yang diduga ilegal yang terjadi berulang-ulang di Pasaman Barat (Pasbar). Direktur Eksekutif Walhi Sumbar, Wengki Purwanto, menilai bahwa hal itu merupakan bukti pemerintah daerah (pemda) dan penegak hukum gagal dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab mereka.
“Pembiaran tambang ilegal akan mengakumulasi krisis lingkungan, menempatkan masyarakat dalam ancaman bencana, dan menabung kerugian negara,” kata Wengki pada Jumat (14/3) melalui pesan WhatsApp kepada Kabarminang.com.
Menurut Wengki, laporan tentang maraknya aktivitas tambang yang diduga ilegal di Pasbar merupakan alat verifikasi bahwa auktor intelektual penambangan diduga ilegal tidak tersentuh hukum, bahkan seakan-akan lebih kuat daripada penegak hukum.
“Pelaku utama di balik alat berat dan bisnis BBM untuk tambang ilegal tentu tidak sulit mengungkapnya jika penegak hukum serius, konsisten, dan bernyali memberantas akar kejahatan ini,” ujarnya.
Ia menilai bahwa pembiaran terjadinya kejahatan tambang merupakan pembangkangan terhadap konstitusi, merusak mental generasi penerus bangsa, dan mempercepat terwujudnya Indonesia Cemas.
“Kejahatan lingkungan yang terus berulang adalah bukti gagalnya seorang bupati, gubernur, kapolres, dan kapolda dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya,” tutur Wengki.
Sebelumnya diberitakan bahwa lebih dari seratus ekskavator melakukan penambangan yang diduga ilegal atau tanpa izin di lima kecamatan di Pasaman Barat.
“Seratusan alat berat ini sudah berbulan-bulan melakukan aktivitas ini. Bahkan, ada yang di hutan lindung,” kata seorang pecinta lingkungan, Doni, kepada Kabarminang.com pada Jumat (14/3) di Simpang Empat.
Ia menuturkan bahwa ekskavator-ekskavator tersebut beroperasi di lima kecamatan, yaitu di Kecamatan Ranah Batahan, Koto Balingka, Sungai Aur, Pasaman dan Talamau. Berdasarkan hasil investigasi dan informasi yang ia himpun, kecamatan tempat paling banyak ekskavator beroperasi ialah Kecamatan Ranah Batahan dan Koto Balingka.
“Di dua kecamatan ini ada sekitar 100 ekskvator,” tutur Doni.