Dugaan Praktik Pungli Terstruktur
Sebelumnya, surat anonim beredar bertanggal 28 Mei 2025 dan ditujukan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Sumbar. Surat itu memuat tuduhan terperinci, termasuk dugaan pemotongan dana terhadap pejabat eselon III dan IV sejak awal 2024.
Disebutkan bahwa dana dipungut atas nama pembiayaan Pegawai Harian Lepas (PHL) Non-APBD, namun tidak memiliki dasar hukum dan penggunaannya tidak transparan. Pada Triwulan I, besaran pungutan disebut mencapai Rp7,5 juta untuk eselon III dan Rp5 juta untuk eselon IV. Jumlah itu meningkat di akhir 2024 menjadi Rp12,5 juta dan Rp7,5 juta.
Selain itu, surat itu juga menyebut adanya pungutan tambahan menjelang Idulfitri 2024 sebesar Rp10 juta per pejabat eselon. Dana tersebut diduga tidak seluruhnya digunakan untuk operasional, melainkan untuk kepentingan pribadi dan “setoran jabatan” kepada pihak luar yang disebut sebagai “pimpinan”.
Di luar pungutan internal, surat itu juga menyinggung dugaan pungli terhadap dealer kendaraan di Kota Padang, melalui pungutan bulanan sebesar Rp100 ribu per berkas roda empat dan Rp50 ribu untuk roda dua. Estimasi dana yang dikumpulkan disebut mencapai Rp250 juta per bulan.
Surat tersebut turut menyebut adanya perubahan skema insentif dari penerimaan pajak kendaraan bermotor (PKB), bea balik nama kendaraan (BBNKB), dan pajak air permukaan (PAP) pada awal 2025, yang dituding dilakukan tanpa sosialisasi dan dianggap menguntungkan kepala dinas secara sepihak.
Tanggapan Kejati Sumbar
Menanggapi surat kaleng tersebut, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejaksaan Tinggi Sumbar, M. Rasyid, menyatakan bahwa laporan telah diteruskan ke Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) di lingkungan Pemprov Sumbar.
“Pengaduan tidak ada pelapor dan tidak didukung dengan bukti-bukti. Maka diserahkan ke APIP Inspektorat,” kata Rasyid melalui pesan singkat kepada media.
Sumbarkita masih terus memantau dan menyampaikan perkembangan terbaru terkait pengusutan dugaan pungli di Bapenda Sumbar.