Menurutnya, Pansus RTRW telah mengumpulkan berbagai rekomendasi dari kementerian terkait serta organisasi perangkat daerah (OPD) di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
“Pembahasan Ranperda RTRW ini memiliki tenggat yang ketat. Kementerian ATR/BPN memberikan batas waktu dua bulan, sementara sidang paripurna DPRD dijadwalkan pada 17 Maret 2025,” ujar Muhidi.
Selaraskan dengan Regulasi Nasional
Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah I Kemendagri, Edison Siagian, menegaskan bahwa penyusunan Ranperda RTRW harus sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang serta Permendagri Nomor 13 Tahun 2016 tentang Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah RTRW.
“Evaluasi dilakukan agar Ranperda ini tidak bertentangan dengan peraturan lebih tinggi dan kepentingan umum. Jika dalam dua bulan belum selesai, maka kewenangan penetapan RTRW akan diambil alih oleh Kementerian ATR/BPN,” tegas Edison.
Selain menyelaraskan aturan, Kemendagri juga menyoroti aspek administrasi, kebijakan, dan legalitas dalam regulasi RTRW ini. Nantinya, Perda RTRW akan menjadi dasar perizinan lingkungan, pembangunan, serta investasi daerah.
Isu Strategis dalam RTRW
Ketua Pansus RTRW DPRD Sumbar, Zulkenedi Said, menyampaikan bahwa surat persetujuan dari Kementerian ATR/BPN telah diterima pada 20 Januari 2025, dengan batas waktu penyelesaian hingga 20 Maret 2025.
Pansus telah membahas 143 pasal dalam regulasi tersebut, termasuk beberapa isu strategis seperti kawasan peternakan serta penyesuaian dengan data terbaru dari kementerian teknis.
Sementara itu, Kepala Dinas BMCKTR Sumbar, Era Sukma Munaf, menegaskan bahwa revisi RTRW akan menggunakan data terbaru dari Badan Informasi Geospasial (BIG) dan kementerian teknis lainnya.
Namun, ia mengingatkan bahwa perubahan peta dasar memerlukan waktu cukup lama.
Menanggapi usulan penambahan kawasan peternakan dalam RTRW, anggota Pansus DPRD Sumbar, Nurkholis, menekankan bahwa hal ini sangat dinantikan oleh investor.
Ia menyebutkan bahwa terdapat 6.500 hektare lahan peternakan di Sumbar, termasuk di Kabupaten Pasaman Barat (2.000 hektare) dan Kabupaten Limapuluh Kota (600 hektare).
Sebagai solusi, Edison Siagian menyarankan agar kawasan peternakan dapat dimasukkan dalam indikasi program dan diintegrasikan dengan kawasan pertanian yang sudah ada.
Komitmen Penyelesaian Tepat Waktu
Pansus DPRD Sumbar dan pemerintah provinsi berkomitmen untuk menyelesaikan Ranperda RTRW sesuai jadwal yang telah ditetapkan.
Edison Siagian mengingatkan bahwa batas wilayah dan konsistensi regulasi menjadi aspek krusial dalam penyusunan aturan ini.
“Membuat aturan tidak bisa memuaskan semua pihak, tetapi selama ada kesepakatan dan tidak melanggar regulasi yang lebih tinggi, maka usulan baru masih dapat diakomodasi,” pungkasnya.
Dengan koordinasi yang intensif antara DPRD Sumbar, pemerintah provinsi, dan kementerian terkait, diharapkan Ranperda RTRW dapat segera disahkan dan menjadi pedoman utama bagi pembangunan serta investasi di Sumatera Barat.